وَإِنَّ مِنْهُمْ
لَفَرِيقاً يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُم بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ
وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya
diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab,
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia
bukan dari Al Kitab”(QS.Ali Imran 78)
Senin 12 November
2012, MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jawa Tengah kabupaten Sukoharjo melakukan
tabayun (klarifikasi) terhadap Mbah Min alias Drs. Minardi Mursyid. Dalam
tabayun yang pada penutup acaranya Mbah Min disuruh taubat tersebut, dibahas
mengenai sikap Mbah Min atas tafsiranya terhadap ayat Al Qur’an. Mbah Min
mengaku dirinya seorang Mufasir kontemporer
ulung yang kemampuan analisis tafsirnya lebih baik dari Ibnu Katsir dan
Ath Thabari. Mbah min berkata dalam sebuah makalah setebal 25 halaman yang
dipublikasikanya, ia berkata bahwa : “Para ilmuwan Muslim (mufasir) baru
sebatas (meneliti) hal yang berkaitan dengan ibadah, dikiranya Al Qur’an tidak
mampu menerangkan hal-hal berkaitan dengan segala yang ada di semesta.
“ Dalam tulisan itu Mbah Min yakin betul
bahwa dia termasuk kedalam kategori orang yang berpikir secara sempurna, tidak
seperti orang kebanyakan, sungguh kepercayaan diri yang luar biasa.
Mbah Min menyebarkan
ajaran tafsir ala ingkarus sunnah nya ini melalui berbagai media, baik
vidio CD, media cetak, hingga yang paling menggemparkan hingga dikecam keras
oleh ulama dan Masyarakat Solo adalah melalui media radio, Mbah Min dan
murid-muridnya yang tergabung dalam Yayasan Tauhid Indonesia (YATAIN) berani
menyewa jam siaran di radio MQ FM Solo meskipun dengan harga yang tidak murah.
MUI Sukoharjo
menilai bahwa model tafsir Mbah Min sangat menyimpang dan jauh dari kaidah
tafsir yang benar, model tafsirnya adalah ingkar sunnah. Dimana sudah menjadi
kesepakatan para mufasir (penafsir) bahwa menafsirkan ayat al qur’an hendaknya
tidak boleh bermodal akal semata, ada beberapa syarat dalam menafsirkan al
Qur’an. Seperti seorang mufasir hendaknya memiliki hapalan hadits yang cukup
baik, paham disiplin kebahasaan Arab, beraqidah lurus dan shahih, wara’
dan amalanya shahih serta terlepas dari kebid’ahan.(Lihat : Majmu
Fatawa, VII/256).
Selain itu motode
dalam menafsirkan ayat hendaknya mematuhi kaidah penafsiran yang berlaku,
seperti menafsirkan ayat dengan ayat lainya, sebab tidak terlepas kemungkinan
satu ayat dengan ayat lain masih bersangkutan dan saling menafsirkan. Dan kedua
adalah menafsirkan Qur’an dengan Al Hadits, sebab orang yang paling paham akan
maksud dan arti wahyu Allah adalah Rasulullah saw yang terabadikan dalam
Haidts-hadits yang sahih. Serta yang terakhir adalah menafsirkan ayat dengan
komentar para sahabat, sebab sahabat adalah orang kedua setelah nabi yang tahu
persisi akan maksud Allah menurunkan wahyu-Nya sehingga para sahabat lebih
paham akan ayat-ayat al Qur’an. (Lihat :Tafsir Ibnu Katsir, I/17)
Namun baik kriteria
seorang yang mumpuni dalam menafsirkan al Qur’an dan juga metode tafsir yang
shahih sama sekali Mbah Min tidak memilikinya dan menguasainya. Ketika
diklarifikasi oleh MUI Sukoharjo dan ulama Solo, kenapa Mbah Min berani
menafsirkan al Qur’an seenaknya sendiri sehingga menimbulkan penafsiran yang
menyimpang menggunakan bahasa Arab. Mbah Min kelabakan dan tidak bisa menanggapi
pertanyaan MUI Sukoharjo, dan Mbah Min memohon agar jangan menggunakan bahasa
Arab namun memakai bahasa Indonesia atau Jawa saja. Padahal menurut Syaikh al
Islam Ibnu Taimiyyah, haram hukumnya mengomentari ayat al Qur’an jika tidak
paham bahasa Arab. Namun oleh sebab Mbah Min sakti, ia begitu PD (Percaya Diri)
mengomentari dan manfsiri al Qur’an sak udele dhewe (seenaknya sendiri).
Maka dari itu alim
ulama Solo dan MUI Sukoharjo menggolongkan model tafsir Mbah Min kedalam model
pemahaman ingkarus sunnah, sebab Mbah Min ogah menafsiri atau
memahami ayat al Qur’an yang syarat akan ilmu Allah dengan hadits Rasulullah
saw melainkan hanya dengan akalnya sendiri. Benar, Mbah Min menafsirkan al
Qur’an hanya dengan akalnya semata sehingga tafsiranya menjadi tafsir
akal-akalan buah pemikiran akal yang terbatas.
Drs. Minardi Mursyid dan Tafsir Ali Imran : 78
Menurut kesaksian
para alim ulama dan umat islam Solo, Klaten, dan Sukaharjo dengan saksi yang
banyak dan berita yang mutawatir (banyak sumber), bahwa dalam sebuah siaran
radio MQ FM Solo Mbah Min Bersiul akan penafsiranya atas QS.Ali imran ayat 78.
Ceritanya Mbah Min hendak menafsirkan makna ayat
وَإِنَّ
مِنْهُمْ لَفَرِيقاً يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُم بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ
الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ
“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar
lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian
dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab”(QS.Ali Imran 78)
Menurut Mbah Min,
makna ayat مِنْهُمْ “diantara mereka”
itu artinya adalah para penulis kitab Hadits layaknya Imam Bukhari, muslim, An
Nasai, Tirmidzi dan lainya. Sebab mereka ini sering menisbatkan kitab yang
mereka tulis dari Rasulullah saw, dan perkataan Rasulullah saw adalah perkataan
Allah juga. Inilah tafsiran Mbah Min, begitu Cetar Membahana Samudra Ulala
ditelinga dan akal pikiran.
Jadi Mbah Min
memahami bahwa ayat itu ditunjukan kapada para Muhandits (pakar hadits) yang
menulis kitab dan mengumpulkan riwayat Nabi Allah Muhammad saw saw.
Asbabun Nuzul Ali Imran : 78
Ibnu Taimiyyah
berkata bahwa orang yang tidak tahu sebab turunya ayat (asbabun nuzul) tidak
akan pernah paham makna ayat, sebagaimana Mbah Min tidak paham asbabun nuzul
hingga ia salah alamat dalam menafsirkan ayat.
Menurut Muhammad
Abdur Razaq Al Ash’iy bahwa ayat Ali Imran 78, An Nisa 46 dan Al Baqarah 79
adalah sama, yaitu sama-sama ditunjukan pada ahlul kitab yang gemar memutar
balikan fakta akan kabar dalam kitab Allah dan memalsukanya. Oleh sebab adanya
kesamaan inilah maka sama pula sebab turunya ayat yaitu sebagaimana sebab turunya
ayat Al Baqarah 79 bahwa riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ikrimah dari Ibnu Abbas
yang menjelaskan bahwa turunya ayat ini berkenaan dengan ahali kitab yang gemar
memalsukan al Kitab. Maka sebab turunya ayat seperti itu, maka ayat ini
ditunjukan untuk para ahli kitab yang kafir, yang gemar memalsukan dan
mengubah-ubah al Kitab (Yahudi & Nasrani).
Jelaslah bila
demikian bahwa tafsiran Mbah Min yang dimaksud dalam ayat itu adalah para penulis
hadits tertolak. Sebab para penulis hadits adalah mukimin bukan kafir sebagaimana
ahlul kitab, dan juga kitab-kitab para ahli hadits bukanlah al Kitab selaku
kitab suci sebagaimana taurot yang dipalsukan dan diatas namakan dari Allah
swt. Maka jika Mbah Min tetap ngotot dan menggebu-gebu atas tafsiranya, itu
secara tidak langsung Mbah Min menghukumi kaum mukminin (para ahli hadits)
dengan ayat yang ditunjukan untuk orang kafir. Astaghfirullah
Tafsir Ali Imran : 78
At-Thabary mengatakan: “Kata
مِنْهُمْ “diantara mereka” dalam ayat tersebut adalah
Ahlul Kitab (orang-orang Nashrani).(At Thabari : I/768)
Tafsir Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa مِنْهُمْ “diantara mereka” di sini adalah orang-orang
Yahudi.( Ibnu Katsir: I/561)
Tafsir al-Maraghi
lebih jelas mengatakan: “ مِنْهُمْ “diantara mereka” dalam ayat ini adalah ulama Yahudi yang berada
di sekitar Madinah, serta orang yang mengikuti dan berjalan di jalan mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa golongan (fariqan) itu merupakan orang
Yahudi yang datang kepada Ka’ab ibnul Asyraf, yang dikenal sangat memusuhi
Rasulullah SAW, dan sering menghasutnya. Mereka merubah Taurat, kemudian
menulis al-Kitab yang mengganti sifat Nabi SAW. Dan, Bani Quraidhah mengambil
apa yang mereka tulis, kemudian mencampuradukkannya dengan kitab yang ada pada
mereka. Dan, mereka ketika membacanya memutarbalikkan bacaannya sampai
orang-orang menduga bahwa itu dari Taurat.
Penafsiran مِنْهُمْ
“diantara mereka” dengan Yahudi sejalan dengan ayat di surah an-Nisa’
ayat 46 yang artinya:
“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari
tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak
mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang
kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan):
"Raa`ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya
mereka mengatakan: "Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan
perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat,
akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak
beriman kecuali iman yang sangat tipis.”
Mutiara Tafsir
Dalam kasus Mbah Min ini terdapat pelajaran yang berharga bahwa :
1.
Tidak
boleh menafsirkan al Qur’an seenaknya sendiri sehingga menyalahi maksud firman Allah akan wahyunya
2.
Hendaklah
seorang muafasir bukanlah orang sembarangan terlebih orang awam yang
tidak paham bahasa Arab, melainkan ulama yang mumpuni dan terpercaya
3.
Boleh-boleh
saja seorang Ustadz atau Ustadzah mengajarkan tafsir Qur’an dimana mereka masih
berpegang pada kitab-kitab tafsir ulama yang muktabarah (diakui), sebab
mengajarkan tafsir berbeda dengan menafsirkan. Dan sekalipun ada alim yang
hendak menafsirkan suatu ayat hendaknya dengan cara yang sahih dan diakui
kedisiplinan ilmunya. Sebagaimaa sudah dijelaskan dimuka, bagaimana cara
menafsirkan al Qur’an yang benar. Tidak asal layaknya Mbah Min sehingga
menyesatkan, padahal al Qur’an itu mencerahkan.
4.
Mbah
Min dan YATAI nya benar-benar dilihat dari model memahami al Qur’an,
benar-benar seorang Ingkar Sunnah wal Jama’ah. sehingga sudah tepat langkah MUI
Sukaharjo menyuruhnya bertaubat dan kembali kepada sunnah. Mbah Min disuruh
bertaubat oleh MUI Sukaharjo dan masyarakat Solo Raya oleh ajaranya sudah
meresahkan umat islam Solo Raya dan sekitarnya.
5.
Bahwa
sifat Yahudi dan Nasrani adalah gemar memalsukan kitab, maka dari itu ini suatu
dalil bahwa Injil dan Taurot dewasa ini adalah palsu atau bukan kalam Allah.
[] Muhammad Fachmi hidayat
saya percaya anda pasti lebih muda dari mbah min........
BalasHapusseharusnya dahulu rukun iman ditambah lagi menjadi rukun iman terhadap hadist..
BalasHapushehehee........boleh mas,, tapi deskripsi iman terhadap hadits gimana maksudnya?
Hapustalk sebenarnya ahli sunnah wal jamaah itu apa to ...lawong semuanya mengatakan ahli sunnah tetapi tidak mengamalkan sunahnya nabi... seperti kamu yang ngomong tok dan kurang kreasi dan tanpa amal yang kongkrit ...alias NATO [no action talk only]...bisanya cuma menyalahkan tetapi tidak mau meluruskan !
BalasHapuswah,,yg NATO anda,,, berpendapat ga ada data kongkrit...mana contohnya org yg ngaku ahli sunah tp g amalkan sunah...apakah anda contohnya?
Hapusmisal pembela eyang MIND. dan berpndapat eyang Mind ga sesat..belalah dg hujah yg ilmiyah
Saya setuju dg hikma henri.Lalu apakah dlm menafsirkan al qur'an harus mndapat persetujuan dari manusia gitu?.IBNU KATSIR DKK dapat prsetujuan dari siapa, dlm menafsirkan al qur'an bukankah mereka juga menafsirkan dg akal mereka sendiri bukan dg akalnya orang lain.
BalasHapusweigh...... adakah ulama yg mengkritisi Ibnu Katsir???? menJahr beliau???
HapusSaya pernah mengikuti jajian ini.. penafsiran nya tidak seenaknya sendiri seperti yg dikatakan di atas..
BalasHapus1 ayat yg di ganti tafsirnya akan di samakan dengan 5-6 ayat yg lain di surat yg lain.. nah di ayat yg lain berarti seperti ini.. dan ini pun harusnya juga memiliki arti seperti itu.
Kutinggalkan kalian dua perkara yang tidak akan membuat kalian tersesat yaitu kitabullah dan sunnah.
BalasHapusLucu para kaum ahlusunah..pikirnya sholat cuma ada jaman nabi muhammad saja...bagaimana dg nabi adam,ibrahim,nuh yang belum kenal hadist bukori hahaha....kalian pikir islam itu umurnya baru 1400 thn...kalah dong sm usia bumi yg sdh 4,5 milyar thn..mikirrr
BalasHapus