dalam http://bukancumadokter.wordpress.com
diberitakan bahwa status Ibnu Sina adalah KAFIR.
berikut ulasan yang lebih lengkap saya tampilkan.
Benarkah Ibnu Sina Adalah Ilmuwan Muslim?
Maret 5, 2011 — indrakusumaad
Dalam Majallah Al-Muslimun nomor 247 dimuat resensi buku yaitu “Ibnu Sina sosok Ilmuwan Muslim”. Penulis resensi buku itu tidak mengerti siapa sebenarnya Ibnu Sina? Kalau kita ingin menulis makalah tentang syakhshiyyah (pribadi seseorang) lebih dahulu kita harus merujuk kitab-kitab yang dikarang oleh Ulama-ulama Islam yang terdahulu yang masyhur, apa kata mereka tentang pribadi seseorang, baru kita pakai sebagai penguat itu ialah ucapan pam ulama yang belakangan. Kita lebih percaya kepada para Salafush-shalih dan orang yang mengikuti jejak mereka ketimbang ulama yang belakangan yang telah banyak menyimpang dari Manhaj mereka.
Para penulis yang memuji Ibnu Sina kebanyakan dari ahli filsafat dan Orientalist serta para ahli kedokteran, oleh karena itu semua buku yang mcnulis tentang Ibnu Sina selalu mereka merujuk kepada buku-buku Orientalist dan ahli filsafat. Mereka memuji Ibnu Sina karena kekaguman mereka terhadap karya-karyanya, di antara bukunya yang terkenal ialah “al-Qa-nuun fit-Thibb”(Canon of Medicine / Konstitusi ilmu kedokteran).
Kita harus ingat, bahwa pujian yang mereka lontarkan tentunya mempunyai tujuan untuk merusak Islam, karena Ibnu Sina seorang ahli filsafat di samping ia ahli kedokteran dan buku-bukunya tentang filsafat sudah beredar di mana-mana. Dengan pujian dan menganggap ia sebagai seorang “Muslim” membuat kaum Muslimin berusaha membaca karya-karanya tentang filsafat yang isinya adalah racun bagi ummat Islam, sesat dan menyesatkan.
IBNU SINA BIOGRAFI DAN AQIDAHNYA
Ibnu Sina (Avicenna) lahir pada bulan Shafar lahun 370 Hijriyyah / 980 M wafat tahun 1037 M, sejak masa remaja ia sudah kagum dcngan ilmu filsafat, ia banyak mengambil ilmu filsafat dari Ariestoteles. Filsafat ini dikembangkan oleh Ibnu Sina. Filsafat yang dianut olch Ariestoteles dan Ibnu Sina menurut ahli filsafat merupakan filsafat yang sangat-sangat aneh, karena keduanya berpendapat bahwa alam ini ada sebelum adanya (Allah), sedangkan para filosof sebelumnya berkata Bahwa alam ini baru (diciptakan), dan penciptanya ada. (Ighatsatul-Lahafan hal: 257).
Ariestoteles dan lbnu Sina berpendapat bahwa Allah Subhana wa Ta’ala tidak mempunyai kekuasaan apa-apa dan tidak mengetahui sesuatu dan keduanya tidak beriman kepada Malaikat.
Malaikat menurut mereka adalah khayalan para Nabi yang berupa cahaya.
Malaikat tidak bergerak, tidak naik, tidak turun, tidak berbicara, tidak menulis amal-amal hamba, tidak berpindah-pindah, tidak shalat, tidak rnencabut nyawa, tidak menulis rezeki, ajal dan amal, tidak ada di kanan dan di kiri manusia dll.
Scmua ini menurut Ibnu Sina tidak ada hakikatnya.
(Lihat: lghatsatul-Lahafan II : 261)
Mereka tidak percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah Subhana wa Ta’ala melalui Malaikat, karena dia tidak bisa berkata apa-apa dan tidak akan berkata dan Malaikat tidak boleh berkata-kata. (ibid : 262).
KEYAKINAN IBNU SINA YANG SESAT TENTANG NABI DAN RASUL
Rasul-Rasul dan Nabi-nabi menurut Ibnu Sina adalah bualan semata dan bukan utusan dari Allah Subhana wa Ta’ala. Para Nabi dan Rasul mempunyai 3 karakteristik, jika hal ini ada maka ia (menurut dia Ibnu Sina.ed) Nabi :
1. Kekuatan menduga (mengetahui perkara berdasarkan pcrkiraan) hingga ia tahu dengan cepat batas pertengahan dari Sesuatu.
2. Kekuatan mengkhayal, seperti para Nabi mengkhayalkan bentuk cahaya serta cahaya itu dapat bercakap dengan dia dan ia dapat mendengar (cahaya yang dimaksud ialah Malaikat).
3. Kekuatan untuk mempengaruhi orang, dan ini dilakukan semata-mata dengan jiwa.
Semua ini bisa dilakukan dengan usaha.
Ibnu Sina berkata : “Filsafat itu merupakan kenabian khusus, adapun kenabian adalah merupakan filsafat umum.”
(Lihat : Kitab lghatsatul Lahafan min Mashayidis Syaithan II hal: 262 oleh Al-Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, tahqiq Muhammad Hamid al-Faqiy cet. Darul Ma’rifah-Beirut ; dan Kitab al’Aqa-’id al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha hal : 247-248 oleh Dr. Shabir Tha’iimah cet. Maktabah ats-Tsaqafiyyah-Beirut).
PANDANGAN IBNU SINA TENTANG HARI KIAMAT
lbnu Sina dalam bukunya “ar-Risalah al-Adhhawiyyah fi Amril Ma’ad” (cet. Darul Fikr al-’Arabiy-Kairo th. 1368 H / 1949 M) ia berkeyakinan tidak beriman kepada pecahnya langit, berhamburannya bintang-bintang, bangkitnya manusia dengan jasadnya, dan tidak percaya bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mengadakan alam ini dari tidak ada menjadi ada. Ia berkeyakinan alam ini Azaliy (lihat Dar’u Ta’arudhui ‘Aql wan Naql V:10 oleh Sayikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim cet. I th.1401 H / 1981 M; Ighatsatul Lahafan II hal. 262).
IBNU SINA ADALAH PENGIKUT ALIRAN SYI’AH SEKTE QARAMITHAH BATHINIYYAII
Ibnu Sina pernah memberitahukan tentang dirinya :
Aku dan Ayahku inengikuti ajaran al-Hakim (1) (Ighatsatul-Lahafan 11 : 266) Dengan begitu jelaslah bahwa Ibnu Sina termasuk Sekte Qaramithah Bathiniyyah (2) sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Dr. Rasyad Salim, Muhammad ilamid al-Faqiy dan Dr. Shabir Tha’iimah.
(1). Al-Hakim adalah Manshur bin al’Aziz Billa Nizar bin al-Mu’iz-Billa al-’Abidiy Sulthan ke III, Kesultanan Syi’ah Fathimiyyah (Dibunuh oleh Sulthan Mahmud Al-Ghazi As-Saljuqi At-Turkey Rahimahullah dari Daulah As-Salajiqah pada Tahun 386 H / 996 M), khalifah Pendusta dan Jahat yang pernah menguasai seluruh wilayah Afrika Utara. Ia mendakwakan dirinya sebagai Tuhan, ia banyak membunuh para ulama (tidak dapat dihitung bilangan ulama yang terbunuh, karena hanyaknya). Ia menulis di Masjid-masjid Jami’ caci makian terhadap Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Aisyah dan para shahabat lainnya. Dia-lah sekarang yang dijadikan sesembahan oleb kelompok Druzz di Libanon dan Isma’iliyyah di India. (Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleh Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal : 266).
(2). Dinisbatkan kepada Hamdan bin al-Ash’ats, dikenal dengan Qurmuth karena ia orangnya pendek / jadi, pendek langkahnya (qurmuth). Ia seorang pembajak tanah di Kufah. Ia termasuk kelompok Kebathinan, mereka mengaku bahwa mereka orang Syi’ah, mereka adalah Atheis dan Zindiq (orang yang pura-pura Islam). Tahun 286 H mereka mulai mcnampakkan da’wahnya (kcpada kesesatan) melalui Sa’id al-Hasan bin Bahram al-Janabiy setelah ia mengikuti Qaramithah.
Kemudian da’wah Qaramithah berkembang dan banyaklah orang-orang jahat yang mengikutinya. Mereka pernah memasuki kota Makkah pada hari Tarwiyah tgl 8 Dzulhijjah th 317 H.
Mereka membunuh jama’ah hajji yang sedang Thawaf (mengelilingi Ka’bah) mereka mencabut pintu Ka’bah dan Kiswahnya, dan orang-orang yang dibunuh dimasukkan ke Sumur Zamzam.
Mereka mencopot Hajar Aswad dan mereka bawa ke Qothief dan tinggal di sana kurang- lebih selama 22 tahun.
Setelah Dunia Islam panik dengan kejahatan Qaramithah, barulah Khalifah Abbasiyyah al-Muthi’ Billah al-Fadhl Bin al-Muqtadir Rahimahullah mengembalikan Hajar Aswad ketempatnya.
Sebenarnya sebelum itu juga mereka telah membunuh orang-orang yang ingin melaksanakan ibadah hajji dan menawan wanita-wanitanya.
(Lihat : Ta’liq Ighatsatul-Lahafan oleb Syekh Muhammad Hamid al-Faqiy II hal: 248 dan al-’Aqa-id al-Bathiniyyah oleh Dr. Shabir Tha’imah hal : 221 s/d 236)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah betkata : “Semua kelompok Qaramithah LEBIH KUFUR dari Yahudi dan Nasrani bahkan lebih kufur dari kebanyakan kaum Musyrikin, karena mereka lebih berbahaya dari kafir harbiy, mereka berpura-pura mencintai Ahul Bait padahal pada hakikatnya mereka tidak beriman kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, tidak beriman kepada perintah, larangan, ganjaran dan siksa. Dan mereka tidak beriman kepada Surga dan Neraka dan tidak juga beriman kepada seorangpun dari para Rasul sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. mereka mengambil dalil al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah dari Ulama kaum Muslimin tetapi mereka ta’wilkan dan mereka mengada-adakan dusta serta menda’wakan bahwa yang demikian itu adalah ilmu Bathin.”
(Lihat: Fatawa Syaikhul Islam Jiid 35 halaman : 149-150)
BEBERAPA BANTAHAN PARA ULAMA TENTANG BUKU-BUKU IBNU SINA
1. Syaikh Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah (lahir th 479 H wafat th 548 H), ia mengarang satu buku yang berjudul “al-Mushara’ah” [Buku yang ditulis oleh Imam Syahrastani adalah penyempurnaan dari buku Imarn Shadaruddin Asy-Syairazy rahimahullah, yang sebenarnya buku ini dibantah lagi oleh Ibnu Sina di saat Syairazy rnasih hidup, dua buku ini sudah dibaca oleh Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullah. (Lihat: Al-Milal wan Nihal dan al-Ighatsah)].
Isi buku itu membantah keyakinan Ibnu Sina yang menyatakan bahwa alam ini terdahulu, keyakinan dia tentang tidak adanya Hari Kiamat (dibangkitkan dengan jasad) serta ia berkeyakinan Allah tidak mempunyai ilmu dan kekuasaan. Beliau (Imam Muhammad asy-Syahrastani rahimahullah) menjelaskan bahwa keyakinan Ibnu Sina itu BATHIL. Tetapi Ibnu Sina tidak mau rujuk kepada kebenaran, bahkan ia menentang dan membantah buku Imam asy-Syairazy rahimahullah itu dengan mengarang satu buku yang berjudul “Mushara’atul Mushara’ah”, Di kitab itu Ibnu Sina menyatakan :
“Bahwasanya Allah tidak menciptakan langit dan Bumi dalam 6 (enam) hari, Allah tidak mengetahui sesuatu apapun, Allah tidak berbuat sesuatu dengan Qudrat dan Ikhtiyarnya dan Allah tidak membangkitkan manusia dari Kuburnya.”
(Lihat : Ighatsatul lahafan II hal. 266)
Setelah membawakan pendapat Imam asy-Syahrastani rahimahullah yang menyatakan ajaran Ibnu Sina itu Bathil, Imam lbnul Qayyim rahimahullah berkata :
“Kesimpulannya Ibnu Sina itu Seorang ATHEIS, Yang KUFUR KEPADA ALLAH, kepada para MalaikatNya, Kufur kepada Kitab-kitab Nya, Kufur kepada Rasul-Rasul Nya dan Kufur kepada hari Kiamat.”(Ighatsatul.Lahfan 11 : 267)
Selanjutnya beliau rahimahullah berkata: “(Menurut ukuran kejelekan), Agama kaum Musyrikin lebih baik dari ajaran Ibnu Sina, al-Farabi dan para pengikutnya (maksudnya kejelekan kaum Musyrikin lebih ringan dibanding kejelekan Ibnu Sina-pen) karena penyembah-penyembah berhala masih mempercayai Allah sebagai al-Khaliq (pencipta) yang mengadakan dari tidak ada, mereka percaya bahwa Allah BERKUASA DAN HIDUP, Penyembah berhala hanya berlaku syirik dalam soal ibadah. Allah Subhana wa Ta’ala berfirman:
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya.” Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” ( Qs. Az-Zumar : 3 ).
(sedang Ibnu Sina dalam semua hal)
(idem 268).
2. Imam Ibnul Qusyairiy rahimahullah mernbantah bukunya Ibnu Sina yang berjudul: Asy-Syifa 3). Asy-Syifa itu sebuah buku Ensikilopedia Filsafat, bantahan beliau rahimahullah dituliskan dalam bentuk Sya’ir :
Kami putuskan persaudaraan dengan sekelompok orang yang sakit yaitu penulis buku asy-Syifa’.
Berapa kali kami sudah kuingatkan : Wahai kaumku! Kalian ini berada di tepi jurang (neraka) bersama penulis buku asy-Syifa’.
Maka tatkala mereka sudah meremehkan peringatan kami, maka kami kembali kepada Allah, Allah cukup (sebagai pelindung kami),
Mereka (Ibnu Sina dan para pengikutnya) mati dalam keadaan mengikuti Agama (‘ajaran,) Ariestoteles, sedangkan kami hidup mengikuti agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . (Lihat: Fatawa Ibnu Taimiyyah 9 hal. 253)
3. Ibnul Jauzi al-Qurasyiy al-Baghdadiy rahimahullah berkata : “Kebanyakan AhIi Filsafat berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengetahui sesuatu?? Ibnu Sina berkeyakinan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tidak mengctahui yang partial?? Mereka adalah orang-orang yang PANDIR YANG TELAH DIHIASI OLEH IBLIS.”
(Talbiisu Iblis oleh Ibnu Jauzi hal : 47, Tahqiq Mahmud Mahdi al-Istambuli cet. Muassasah ‘ulumul Qur’an-Damaskus).
4. Ibnu Sina menulis buku yang berjudul “al-Isyaaraat wat Tanbiihaat, buku ini ada beberapa jilid yang berisi tentang kayakinan di dalam masalah Dzat, Wujud dan sebagainya. Buku ini telah disyarah oleh seorang filosop Israel. Dan buku Ibnu Sina ini telah dibantah oleh Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya Dar’u Ta’a-rudhul’Aql wan Naql jilid V dan halaman 87 sampai dengan halaman 152 tahqiq Dr. Muhammad Rasyad Salim cet. th 1401 H/1981.M. Di halaman 130-131 Ibnu Taimiyyah berkata : “Mereka-mereka yang mengingkari adanya Malaikat adalah Kafir …. dan Ulama’ salaf telah sepakat bahwa mereka yang mengingkari sifat-sifat Allah adalah orang yang paling bodoh dan paling sesat.”
5. Berkata Dr.Shabir Tha’iimah rahimahullah: “Aqidah kebathinan yang dianut oleh sekte Qaramithah, Isma’iliyah dan Nushairiyah adalah KAFIR karena mereka menolak Rukun Iman dan hukum-hukum Islam, dan mereka telah dipengaruhi oleh Filsafat Yunani, Persia dan India. Mereka mengaku-ngaku dirinya sebagai orang-orang Muslim? Padahal mereka sangat jauh dari Islam dan kaum Muslimin. Di antara tokoh-tokohnya ialah : Ibnu Mulkan, Ibnu Sab’in, IBNU ‘ARABY, AL-HALLAJ, IBNU SINA DAN dan yang selain mereka.” (Lihat al-’Aqaaid al-Bathiniyyah wa hukmul Islam fiiha halaman 242 s/d 249).
IBNU SINA DAN PARA PENGIKUTNYA MENURUT AL-QUR’AN
Ibnu Sina dan para pengikutnya menurut al-Qur’an adalah orang-orang bodoh, sombong, sesat dan Kafir. Allah Subhana wa Ta’ala Berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan tentang ayat-ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka tidak ada dalam dada mereka melainkan hanyalah (keinginan akan) kebesaran yang mereka sekali-kali tiada akan mencapainya, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Qs.Al-Mukmin : 56 ).
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman.” Mereka menjawab: “Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?” Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.” ( Qs.Al-Baqarah : 13 ).
“Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa ketarangan-keterangan, mereka merasa senang dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” ( Qs. Al-Mu’min : 83 ).
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” ( Qs.An Nisaa’ : 136 ).
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” ( Qs. An Nisaa’ : 150-151 ).
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( Qs. Al A’raaf : 147 ).
Sesungguhnya seeeorang bisa dikatakan beriman apabila ia beriman kepada Allah, Malaikat- Malaikat-Nya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan apa yang ditakdirkan Allah kepada dirinya yang baik maupun yang buruk. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
,”Iman itu ialah : Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk” ( Shahih Riwayat Imam Muslim no. 8 ).
Maka perhatikanlah bahwa Ibnu Sina tidak beriman kepada apa yang discbutkan dalam al-Qur’an dan apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia malah mengikuti dan membela ajaran Ariestoteles, Syi’ah Qaramithah Bathiniyyah dan dia mati dalam keadaan meyakini ajaran yang sesat tersebut.
Allah Subhana wa Ta’ala berfirman :
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” ( Qs.Al-‘Imran : 85 ).
Mungkin Ada orang yang berkata : “tidak boleh mengkafirkan seseorang dari ahli qiblat dengan sebab satu dosa “kami jawab: Tetapi Ibnu Sina telah berbuat dosa-dosa besar dan telah MURTAD dari Islam dan dia telah KUFUR I’TIQADIY, dan orang yang membela Ibnu Sina berarti ia telah menjadi pengikutnya, dan bisa disamakan hukumnya dengan dia (Lihat al-Wala’ wal Bara’fil Islam bab Nawaqidhul Islam hal : 75 oleh Muhammad bin Sa’id bin Salim al-Qahthani MA cet. Daar Thayyibah dan al Imam Akamuhu haqiqatuhu Nawaqidhuhu hal. 219 dan 241 olch Dr. Muhammad Na’im Yasin, cet. V Mahtu-batul falaah 1407/1987).
KESIMPULANNYA
Apabila kita mau menilai sescorang maka kita wajib menilai dengan neraca yang adil yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Tidak boleh kita menilai seseorang itu baik berdasarkan jasa-jasanya atau kehebatan maupun keahliannya, karena banyak sekali orang-orang kafir yang telah berjasa untuk kepentingan kaum Muslimin dan mereka tetap dikatakan kafir. Pertama kali kita nilai seseorang adalah tentang aqidahnya, benar atau salah, musyrik, kafir atau mu’min dan sesudah itu baru yang lainnya. Ibnu Sina menurut ukuran nilai Islam dia TELAH KAFIR, jadi Ibnu Sina bukanlah cendekiawan Muslim, tetapi CENDEKIAWAN KAFIR.
Ingat kita harus hati-hati terhadap pengaruh Filsafat Ibnu Sina yang dikembangkan oleh para Orientalis dan bertujuan untuk menyesatkan kaum Muslimin. Bila aqidah sudah hancur amal-pun pasti akan gugur.!
Oleh :
Al-Ustadz Yazid Ibn Abdul Qodir Jawaz
_________________________________________________________________________________
Al-Ustadz Yazid Ibn Abdul Qodir Jawaz
_________________________________________________________________________________
sedangkan dalam http://shoutussalam.com diulaskan sebagai berikut
Ibnu Sina Ilmuwan Muslim ? Ibnul Qoyyim : Ibnu Sina Musyrik !!
Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu
-Ibnu Sina-
Siapa yang tak mengenal Ibnu Sina? Seorang saintis timur tengah juga menjadi kebanggaan kebanyakan kaum muslimin saat ini. bagaimana tidak, penguasaannya di bidang pengetahuan dan keahliannya di bidang iptek tidak lagi menjadi perdebatan. Pengaruhnya yang luar biasa besar diakui hingga ke dunia Barat. Sampai-sampai buku karangannya dijadikan buku teks kedokteran dan pengetahuan lain di Eropa hingga berabad-abad lamanya.
Ibnu Sina memang luar biasa, namun siapa yang menyangka bahwa ia bukanlah seorang ulama Islam melainkan hanya saintis. Siapa yang menyangka bahwa di balik kelihaiannya dalam menyembuhkan orang ternyata ia memiliki virus yang bisa meruntuhkan aqidah Islam.
Biografi Singkat
Bernama lengkap Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Lahir di Afsyahnah (Uzbekistan) pada 980 M dan wafat 1037 M. Menghapal Qur’an semenjak muda namun bersentuhan pula dengan pemikiran Aristoteles dan Al Farabi. Mengarang berjilid-jilid buku yang kebanyakan bertemakan kedokteran dan filsafat. Menguasai hampir seluruh bidang pengetahuan sehingga dijuluki Syaikhur Rais. Hingga seorang sejawahwan dari Belgia menyatakan tentang pribadi Ibnu Sina,
Ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu
-George Sarton-
Bukunya yang paling terkenal adalah Al Qanun fi At Thibb atau dikenal juga sebagai The Canon of Medicine tentang kedokteran. Sementara itu bukunya yang menyoroti filsafat adalah Kitab Asy Syifa An Nafs dan dikenal di Eropa pertengahan dengan nama Sufficietia, dan Kitab Al Isyarat wa at Tanbihat.
Sempat menjadi dokter penguasa di Bukhara dan di akhir hayatnya Ibnu Sina disebut-sebut menjadi guru di sebuah sekolah di Hamadan, Iran.
Pendapat Ulama Mengenai Ibnu Sina
Al-Ghazali menkafirkan Ibnu Sina dan Al Farabi dalam bukunya, Al Munqidz min Adh Dhalal. Dalam bukunya yang lain, At Tahafut Al Falasifah, beliau membantah Ibnu Sina dalam dua puluh majelisnya. Ada tiga poin yang ia sebut sebagai kekeliruan dan kesesatan para filsuf yang mengaku Islam,
Yang pertama, Alam ini dahulu
Yang kedua, tidak ada tempat kembali bagi jasmani
Yang ketiga, sesungguhnya Allah tidak mengetahui hal-hal yang sifatnya juziyyah (partikel kecil)
Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal berkata,
“Saya tidak mengetahui kalau dia meriwayatkan sesuatu dari ilmu dan seandainya dia meriwayatkan, belum pasti riwayat itu darinya, karena dia adalah filosof aliran yang sesat”
Ibnu Hajar menukil dari Adz Dzahabi dalam kitab Al Lisan,
“Allah tidak ridha padanya”
Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitabnya, Dar’u Ta’arudh Al ‘Aql wa An Naql, tentang aliran ahli bid’ah dalam menyikapi nash-nash para nabi:
Yang pertama, aliran Tabdil (perubahan): pembuat takhayul, tafriif (penyelewengan), dan ta’wil.
Yang kedua, aliran tajhil (pembodohan)
Para pembuat takhayul adalah mereka yang mengatakan bahwa para nabi menceritakan tentang Allah dan hari akhir. Disebutkan, bahwa Ibnu Sina berjalan di atas metode ini kemudian dia menulis karya Al Adhhuwiyah.
Dia berkata di akhir ucapannya, “sesungguhnya mereka mengatakan, bahwa para nabi sengaja memahamkan orang banyak dengan cara berdusta dan berbuat batil untuk kemaslahatannya dan syaikhul Islam menganggap mereka itu filosof yang kafir”
Dalam kitabnya yang lain, Al Istiqamah, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa Ibnu Sina adalah shabiah (penyembah bintang) yang mencampuradukkan agama dengan filsafat.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah menjelaskan tentang kerancuan filosof secara umum dan Ibnu Sina secara khusus, “Ibnu Sina adalah seorang lelaki yang mu’atthil (meniadakan sifat-sifat Allah), musyrik, menginkari kenabian, serta tidak percaya dengan adanya awal permulaan, akhirat, rasul, dan tidak memercayai kitab suci”
Dalam kesempatan lain, Ibnul Qayyim berkata, “Ibnu Sina sebagaimana yang diberitakannya sendiri pernah mengatakan, ‘aku dan ayahku termasuk pengikut ajakan penguasa’, sedangkan penguasa saat itu termasuk pengikut Qaramithah (Syi’ah) yang tidak percaya dengan permulaan, tempat kembali (akhirat), Tuhan pencipta, rasul yang datang dan diutus dari sisi Allah”
Dan di tempat lain, Ibnul Qayyim menyebutkan, “Ibnu Sina adalah pemimpin orang-orang mulhid (kafir/menyimpang/tidak percaya pada Tuhan)”. Beliau berkata juga, “kesimpulannya, orang-orang mulhid ini serta para pengikutnya dari kaum mulhid adalah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari akhir”
Imam Ibnu Shalah ditanya tentang kelompok dari kaum muslimin yang menisbatkan diri pada ahli ilmu dan tasawuf. Apakah boleh bagi mereka menyibukkan diri dengan karya tulis Ibnu Sina dan menelaah buku-bukunya, apakah boleh bagi mereka berkeyakinan bahwa dia itu ulama atau bukan? Imam Ibnu Shalah menjawab,
“Hal itu tidak boleh bagi mereka dan barangsiapa berbuat demikian, maka dia telah menipu agamanya dan akan terbuka fitnah yang besar. Dia tidak termasuk ulama, bahkan ia adalah salah satu setan dari setan-setan manusia. Dia berada dalam kebingungan dalam banyak hal”
Kesimpulan
Setelah membaca uraian di atas, maka sudah sepatutnya kita sadar bahwa Ibnu Sina bukanlah orang yang berjalan di manhaj salafushshalih atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Kita tahu dan harus mengakuinya bahwa beliau adalah salah satu manusia jenius yang menyumbang banyak dalam ilmu pengetahuan. Namun bukan berarti ia adalah panutan kita sepenuhnya. Ambil yang baik dan buang yang tidak baik. Hendaknya kaum muslimin tidak sepenuhnya mengidolakan atau membangga-banggakan beliau. Sesungguhnya beliau adalah manusia biasa yang masih banyak memiliki ketergelinciran
Wallahu a’lam.
Sumber Penulisan
Buku:
‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan, Kutubun, Akhbarun, Rijalun, Ahadits Tahtal Mijhar
Fatawa Ibnu Shalah hal. 34 (Majmu’ah ar Rasail al Minbariyah)
Ibnu Taimiyah, Dar’u Ta’arudh al ‘Aql wa An Naql 5/70
Ibnu Taimiyah, Al Istiqamah 1/240
Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Ighatsatul Lahfan 2/157, 263, 266, 267
Muhammad Razi, 50 Ilmuwan Muslim Populer
Situs:
Id.wikipedia.org
kolom-biografi.blogspot.com
Bogor, 18 September 2011
Disusun oleh Jundullah Abdurrahman Askarillah
Artikel Cafe Sejenak
dari blog : cafe-islamicculture.blogspot.com
[sksd]
_________________________________________________________________________________
dalam http://sunniiqtishadstan.blogspot.com diulasa sebagai berikut
IBNU SINA
Tertanggal 17-19 Februari 2012, Jumat sampai minggu, kami beberapa anggota SAFF (Sharia Accounting and Finance Forum-semacam kelompok studi ekonomi islam-)STAN menghadiri SET (Sharia Economist Training)di Bogor, Universitas Ibn Khaldun. SET Tersebut adalah bagian dari agenda FoSSEI (Forum Silaturahim dan Studi Ekonomi ISLAM-saya lupa kata "dan" disitu bener ada atau
gak) se-Jabodetabek dengan mengundang universitas2 dan kampus2 di Jabodetabek yg memiliki kelompok studi ekonomi islam.
Perwakilan dari SAFF STAN, ada 8 peserta. 5 ikhwan dan 3 akhwat. Kami semua pesrta dibagi ke dalam beberapa kelompok. Adapun kelompok ikhwan ada yg bernama kelompok Ibn Sina, Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, dll. Dan saya berda di kelompok 1, nama kelompoknya Ibn Sina.
Barangkali alsan yg paling utama kenapa dinamai dengan tokoh2 ini kelompok2 tersebut adalah karena tokoh2 tersebut dikenal oleh dunia akan keilmuannya dalam kedokteran, perekonomian, filsafat (na'udzubillah, sedih pernah menganggap filsafat itu ilmu yg benar dan "sehat"), sejarah, dan berbagai disiplin ilmu termasuk ilmu Agama. Ya, mereka dikenal sebagai ulama'. Tapi ulama' dalam hal apa???
Ma'ruf bagi kita bahwa ulama' secara bahasa artinya ahli ilmu. Dan dunia pun telah mengakui keilmuan mereka. Walhasil sebagian besar muslimin pun mengelu2kan mereka, namun apakah mereka (tokoh2 ini seperti Ibn Sina, Ibn Khaldun, dkk) benar2 ulama' juga dalam agama???
Hei, tak bermaksud diri ini mencari2 kesalahan acara SET yg sudah selesai itu. Tiba2 saya ingin menulis hal ini, mengenai Ibn Khaldun, Ibn Sina, dkk, setelah seorang ikhwan STAN asal Pati(Hafidhohullah) berkirim sms padaku (bebrapa hari setelah SET berakhir) yg intinya : apakah Ibnu Sina dkk adalah orang-orang yg menyimpang??
Bagai disadarkan dari lamunan, aku tersadar, bukankah kita harus berhati2 mengambil ilmu??? Kemudian saya cari referensi dari asatidzah kita (hafidhohumullah-semoga Allah menjaga mereka-) yg memiliki situs di internet tentang siapa Ibn Sina dkk.
Sebelum share tentang keadaan pemahaman para tokoh ini, terlebih dahulu ingin saya paparkan sedikit mengenai apa itu filsafat/ilmu kalam (yg sangat dibenci oleh para ulama kita semisal Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah yg sangat memusuhi filsafat dan orang2 yg belajar filsafat)
Apa salahnya dengan filsafat???tidakah kau pernah mendengar bahwa mahasiswa filsafat senang sekali melogika segala sesuatu???termasuk agama???lihatlah, surveilah, berapa banyakkah mahasiswa filsafat yg masih sholat di semester akhirnya???Bahkan bisa jadi jauh lbh parah, sudah tak berTuhan lagi padahal hanya mahasiswa suatu jurusan yg belajar filsafat untuk beberapa semester saja (silahkan lihat video di https://www.facebook.com/#!/photo.php?v=1900446231074&set=t.100000152933782&type=3&theater).
Silahkan buka link2 semacam ini untuk sekedar tau bahanya filsafat dan bagaimana AhlusSunnah menganggap filsafat sebagai suatu kehinaan :
1. http://abuayaz.blogspot.com/2010/05/sikap-ahlus-sunnah-wal-jamaah-terhadap.html
2. https://abangdani.wordpress.com/tag/filsafat/
3. https://abangdani.wordpress.com/2011/03/28/prinsip-prinsip-imam-asy-syafi%E2%80%99i-dalam-beragama-prinsip-pertama-22/
Ini dia beberapa perkataan para ulama mngenai filsafat:
1.Imam Abu Hanifah Rahimahullah berkata: “Aku telah menjumpai para ahli Ilmu Kalam/Ilmu Filsafat. Hati mereka keras, jiwanya kasar, tidak peduli jika mereka bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka tidak memiliki sifat wara’ dan tidak juga takwa.”
(Lihat Manhaj Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/74) oleh Dr. Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil)
2. Imam Ahmad Rahimahullahberkata: “Pemilik ilmu kalam/Ilmu Filsafat tidak akan beruntung selamanya. Para ulama kalam itu adalah orang-orang zindiq (kafir).”
Lihat kitab Talbis Iblis (hal. 112).
3. Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang memiliki ilmu kalam, ia tidak akan beruntung.” Beliau juga mengucapkan: “Hukum untuk Ahli Kalam menurutku adalah mereka harus dicambuk dengan pelepah kurma dan sandal atau sepatu dan dinaikkan ke unta, lalu diiring keliling kampung. Dan dikatakan: ‘Inilah balasan orang yang meninggalkan al-Kitab dan as-Sunnah dan mengambil ilmu Kalam.’”
(Lihat Ahaadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi (hal. 99) karya Imam Abul Fadhl al-Maqri’ (wafat th. 454 H), tahqiq Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda‘I; Jaami’ul Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu ‘Abdil Barr (II/941), dan Syarah ‘Aqiidah Thahawiyyah, takhrij dan ta’liq oleh Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki, hal. 17-18.)
Baik, akan kembali terdengung kata2, untuk apa sie membahas ginian, Mmbahas kekurangan para tokoh? penting? yang penting kan kita mengambil kebaikan dari mereka, tp kalau keburukan ya tidak kita ikuti.
Semudah itukah kita bisa selektif terhadap ilmu yang diberikan guru? Kata Syaikh Muhammad Ibn Shalih al-Utsaimin (Rahimahullah-semoga Allah merahmatinya-) saat ditanya tentang "bolehnya mengambil ilmu dari tokoh2 yang diperingatkan umat atasnnya lalu beralasan akan mengambil yg baik dan membuang yg buruk dari gurunya": bahwa sifat seorang mad'u (murid) adalah mengambil dari gurunya. Ia adalah murid, maka bagaimana ia tahu yg dikatakan gurunya saat itu benar atau salah?maka sebaiknya kita mengambil ilmu dari orang yg lurus akidah dan manhajiyyahnya. Kenapa harus mencari guru yg pinter manhaj? Karena, orang yg taumanhaj saat ia berkata sesuatu, ia berusaha mengatakannya berdasar ilmu, dan jika tidak tau ia akan diam dan mengaku tidak tahu. Serta selalu berusaha menshohihkan yg shohih dan membatilkan yg bathil. Adapun jika berguru pada guru yg tak bermanhaj yg baik, maka hadits shohih pun bisa diarahkan kesana kemari sesuai hawa nafsunya bahkan ia katakan dhoif. Dan yg dhoif ia gunakan hujjah lalu ia katakan shohih.
Bukan berarti kita harus mencari guru yg bersih dari kesalahan, tidak. Karena tidak akan kita temukan manusia yg tak berdosa kecuali Rasulillah. Namun kenalilah manhaj dan akidah guru kita dulu, lurus atau gak, karena akidah itu hal paling menentukan(...!!!).
Jadi saya menyusun tulisan (yg maaf agak acak2an struktur keruntutan kalimatnya) adalah agar kita lebih berhati2 dengan siapa kita belajar.
Malik bin Anas mengatakan,
“Ilmu agama tidak boleh diambil dari empat jenis manusia. Pertama, orang bodoh yang jelas kebodohannya. Kedua, pengikut hawa nafsu (baca:ahli bid’ah) yang mendakwahkan kebid’ahannya. Ketiga, seorang yang diketahui suka berdusta dalam pembicaraan keseharian dengan sesama manusia meski belum pernah terbukti membuat hadits palsu. Keempat, orang yang shalih dan bagus agamanya namun dia tidak mengetahui apa yang dia sampaikan” (Jami’ Bayan al Ilmi karya Ibnu Abdil Barr, 3/35, Maktabah Syamilah).
Saya menyajikan notes ini untuk saudara2ku semua yg telah mengenal dan belajar manhaj (Semoga Allah menjaga kalian). Semoga Allah menjadikan ini salah satu keumuman: "Wa tawaa shoubil chaqqi wa tawaa shoubishshobr"
=============================================================
Ketika usiaku menginjak 18 tahun, aku telah berhasil menyelesaikan semua bidang ilmu
-Ibnu Sina-
Siapa yang tak mengenal Ibnu Sina? Seorang saintis timur tengah juga menjadi kebanggaan kebanyakan kaum muslimin saat ini. bagaimana tidak, penguasaannya di bidang pengetahuan dan keahliannya di bidang iptek tidak lagi menjadi perdebatan. Pengaruhnya yang luar biasa besar diakui hingga ke dunia Barat. Sampai-sampai buku karangannya dijadikan buku teks kedokteran dan pengetahuan lain di Eropa hingga berabad-abad lamanya.
Ibnu Sina memang luar biasa, namun siapa yang menyangka bahwa ia bukanlah seorang ulama Islam melainkan hanya saintis. Siapa yang menyangka bahwa di balik kelihaiannya dalam menyembuhkan orang ternyata ia memiliki virus yang bisa meruntuhkan aqidah Islam.
Bernama lengkap Abu Ali Husain bin Abdullah bin Hasan bin Ali bin Sina. Lahir di Afsyahnah (Uzbekistan) pada 980 M dan wafat 1037 M. Menghapal Qur’an semenjak muda namun bersentuhan pula dengan pemikiran Aristoteles dan Al Farabi. Mengarang berjilid-jilid buku yang kebanyakan bertemakan kedokteran dan filsafat. Menguasai hampir seluruh bidang pengetahuan sehingga dijuluki Syaikhur Rais. Hingga seorang sejawahwan dari Belgia menyatakan tentang pribadi Ibnu Sina,
Ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu
-George Sarton-
Bukunya yang paling terkenal adalah Al Qanun fi At Thibb atau dikenal juga sebagai The Canon of Medicine tentang kedokteran. Sementara itu bukunya yang menyoroti filsafat adalah Kitab Asy Syifa An Nafs dan dikenal di Eropa pertengahan dengan nama Sufficietia, dan Kitab Al Isyarat wa at Tanbihat.
Sempat menjadi dokter penguasa di Bukhara dan di akhir hayatnya Ibnu Sina disebut-sebut menjadi guru di sebuah sekolah di Hamadan, Iran.
Pendapat Ulama Mengenai Ibnu Sina
Al-Ghazali menkafirkan Ibnu Sina dan Al Farabi dalam bukunya, Al Munqidz min Adh Dhalal. Dalam bukunya yang lain, At Tahafut Al Falasifah, beliau membantah Ibnu Sina dalam dua puluh majelisnya. Ada tiga poin yang ia sebut sebagai kekeliruan dan kesesatan para filsuf yang mengaku Islam,
Yang pertama, Alam ini dahulu
Yang kedua, tidak ada tempat kembali bagi jasmani
Yang ketiga, sesungguhnya Allah tidak mengetahui hal-hal yang sifatnya juziyyah (partikel kecil)
Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal berkata,
“Saya tidak mengetahui kalau dia meriwayatkan sesuatu dari ilmu dan seandainya dia meriwayatkan, belum pasti riwayat itu darinya, karena dia adalah filosof aliran yang sesat”
Ibnu Hajar menukil dari Adz Dzahabi dalam kitab Al Lisan, “Allah tidak ridha padanya”
Ibnu Taimiyah menjelaskan dalam kitabnya, Dar’u Ta’arudh Al ‘Aql wa An Naql, tentang aliran ahli bid’ah dalam menyikapi nash-nash para nabi:
Yang pertama, aliran Tabdil (perubahan): pembuat takhayul, tafriif (penyelewengan), dan ta’wil.
Yang kedua, aliran tajhil (pembodohan)
Para pembuat takhayul adalah mereka yang mengatakan bahwa para nabi menceritakan tentang Allah dan hari akhir. Disebutkan, bahwa Ibnu Sina berjalan di atas metode ini kemudian dia menulis karya Al Adhhuwiyah.
Dia berkata di akhir ucapannya, “sesungguhnya mereka mengatakan, bahwa para nabi sengaja memahamkan orang banyak dengan cara berdusta dan berbuat batil untuk kemaslahatannya dan syaikhul Islam menganggap mereka itu filosof yang kafir”
Dalam kitabnya yang lain, Al Istiqamah, Ibnu Taimiyah menyebutkan bahwa Ibnu Sina adalah shabiah (penyembah bintang) yang mencampuradukkan agama dengan filsafat.
Ibnul Qayyim Al Jauziyah menjelaskan tentang kerancuan filosof secara umum dan Ibnu Sina secara khusus, “Ibnu Sina adalah seorang lelaki yang mu’atthil (meniadakan sifat-sifat Allah), musyrik, menginkari kenabian, serta tidak percaya dengan adanya awal permulaan, akhirat, rasul, dan tidak memercayai kitab suci”
Dalam kesempatan lain, Ibnul Qayyim berkata, “Ibnu Sina sebagaimana yang diberitakannya sendiri pernah mengatakan, ‘aku dan ayahku termasuk pengikut ajakan penguasa’, sedangkan penguasa saat itu termasuk pengikut Qaramithah (Syi’ah) yang tidak percaya dengan permulaan, tempat kembali (akhirat), Tuhan pencipta, rasul yang datang dan diutus dari sisi Allah”
Dan di tempat lain, Ibnul Qayyim menyebutkan, “Ibnu Sina adalah pemimpin orang-orang mulhid (kafir/menyimpang/tidak percaya pada Tuhan)”. Beliau berkata juga, “kesimpulannya, orang-orang mulhid ini serta para pengikutnya dari kaum mulhid adalah orang-orang yang tidak percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari akhir”
Imam Ibnu Shalah ditanya tentang kelompok dari kaum muslimin yang menisbatkan diri pada ahli ilmu dan tasawuf. Apakah boleh bagi mereka menyibukkan diri dengan karya tulis Ibnu Sina dan menelaah buku-bukunya, apakah boleh bagi mereka berkeyakinan bahwa dia itu ulama atau bukan? Imam Ibnu Shalah menjawab,
“Hal itu tidak boleh bagi mereka dan barangsiapa berbuat demikian, maka dia telah menipu agamanya dan akan terbuka fitnah yang besar. Dia tidak termasuk ulama, bahkan ia adalah salah satu setan dari setan-setan manusia. Dia berada dalam kebingungan dalam banyak hal”
Kesimpulan
Setelah membaca uraian di atas, maka sudah sepatutnya kita sadar bahwa Ibnu Sina bukanlah orang yang berjalan di manhaj salafushshalih atau Ahlussunnah wal Jama’ah. Kita tahu dan harus mengakuinya bahwa beliau adalah salah satu manusia jenius yang menyumbang banyak dalam ilmu pengetahuan. Namun bukan berarti ia adalah panutan kita sepenuhnya. Ambil yang baik dan buang yang tidak baik. Hendaknya kaum muslimin tidak sepenuhnya mengidolakan atau membangga-banggakan beliau. Sesungguhnya beliau adalah manusia biasa yang masih banyak memiliki ketergelinciran
Wallahu a’lam.
Sumber Penulisan
1. Buku:
‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad As Sadhan, Kutubun, Akhbarun, Rijalun, Ahadits Tahtal Mijhar
Fatawa Ibnu Shalah hal. 34 (Majmu’ah ar Rasail al Minbariyah)
Ibnu Taimiyah, Dar’u Ta’arudh al ‘Aql wa An Naql 5/70
Ibnu Taimiyah, Al Istiqamah 1/240
Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Ighatsatul Lahfan 2/157, 263, 266, 267
Muhammad Razi, 50 Ilmuwan Muslim Populer
2. Situs:
Id.wikipedia.org
kolom-biografi.blogspot.com
=============================================================
,Jadi dia dkk adalah ilmuwan, tapi bukan ilmuwan bidang agama(ulama')
Hati2lah menjaga hati.
Hati2lah kepada siapa kita tholabul 'ilmi.
Masih banyak kok ahli ilmu yg bisa diteladani keilmuannya...:)
Rujukan :
1. http://cafe-islamicculture.blogspot.com/2011/09/mengenal-siapa-sebenarnya-ibnu-sina-dan.html
2. http://basweidan.com/soal-jawab/
.-/-.../..-/ /..-./.-/..-/--../.-/-. di Kediri
maaf atas ketidakbagusan urutan penyusunan.
Diposkan oleh Abu Fauzan di 06:06
_________________________________________________________________________________
(Saya susun ulasan ini pada hari Selasa. 19 Juni 2012. pukul 16.40 - Pekalongan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar