يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا
فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.”(QS.Al Hujurat : 6)
Tafsir Ayat
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ “Hai orang-orang yang
beriman” : adalah maskudnya orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan
Rasulullah saw, wujud keimanan mereka adalah meyakini serta mewujudkan dengan
amal atas kesetiaan kepada segala apa yang diberikan Allah dan RasulNya, baik
itu firman-Nya, Perintah dan larangan-Nya dan segala kuasa-Nya. Dan orang yang
keluar dari ketaatan kepada Allah dan Rasulullah saw adalah orang yang fasik.
Selain itu panggilan
disini ditunjukan kepada orang beriman “Hai orang-orang yang beriman”,
ini menunjukan bahwa isi ayat ini adalah hal penting yang harus diperhatikan
oleh setiap orang beriman. Dan panggilan ini berisfat khusus yang ditunjukan
kepada orang beriman agar mereka sadar akan keimanan. Bahwa ia dalah orang
beriman yang keimanan itu jangan sampai lepas selaku status orang tersebut dan
dari hatinya. Demikian yang dijelaskan oleh Abu Su’ud dalam tafsirnya (Jld
VII/Hlm.581)
إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ “jika datang kepadamu
orang fasik membawa suatu berita” : adalah seseorang yang membawa berita sedang
status pembawa berita tersebut adalah orang yang fasik. Al Hafiz Imam Ibnu
Katsir berkata : Fasik itu yakni menyimpang dari Jalan keta’atan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Fasik sendiri artinya keluar, Tikus dinamai hewan yang fasik
sebab tikus keluar dari liangnya untuk berlaku kerusakan (tidak ta’at, sebab
keta’atan itu dekat dengan perbaikan bukan kerusakan). Penjelasan Ibnu Katsir
ini ada ketika beliau menafsirkan QS.At Taubah ayat 96.
فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ “maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu” : adalah bahwasanya adab dalam
menerima berita adalah dengan tabayyun yaitu klarifikasi atau cek and
recek atas berita tersebut agar adanya kejelasan berita dan keakuratan
kebenaranya, sebab warta dan fakta terkadang berbeda.
Syaikh Muhammad Ali
Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat ini adalah suatu keharusan akan pengecekan
suatu berita, dan juga keharaman akan berpegang kepada berita orang-orang yang
fasik yang banyak menimbulkan bahaya. Ayat ini mengajarkan bahwa mencari
kebenaran berita serta tidak mempercayai berita yang dibawa oleh orang yang
fasik yang menentang Allah adalah suatu keharusan.
Sebab berpegang
kepada berita yang belum jelas kebenaranya , terlebih berita yang disebarkan
oleh orang fasik ini membahayakan dari dua sisi. Yaitu, Sisi dari sumber berita dan jenis berita, berita
yang dibawa oleh orang fasik berkemungkinan adalah berita yang munkar oleh
sebab kedengkian dan kejelekan sikap yang ada pada dirinya. Dan juga jenis
berita yang dibawa oleh orang fasik biasanya juga berjenis berita yang munkar.
Seperti contohnya
orang yang mengikuti hawa nafsu dan buruk akhlaknya yang menyebarkan berita
bahwa diperbolehkan nikah mut’ah (kontrak) dalam Islam. Namun setelah diteliti
akan kebenaran berita itu, ternyata Islam justru mengharamkan nikah mut’ah. Bayangkan
jika ada seseorang menerima berita itu mentah-mentah tanpa ada pegecekan
terlebih dahulu, maka banyak orang yang terjebak dalam nikah haram yang bernama
nikah mut’ah atau kawin kontrak. Sungguh jika sedemikian, ini artinya adalah
suatu musibah atas suatu kaum.
Dan juga bahwasanya
jika mengikuti berita yang ternyata adalah berita munkar (dusta ,salah atau
palsu) maka hal itu akan menimbulkan penyesalan
oleh sebab menyesatkan dan menjerumuskan dalam kemunkaran. Sebagaimana seorang Ibu-Ibu yang turut serta menyebarkan
berita gosip atas seseorang,padahal ternyata gosip itu belum tentu benar. Dalam
menggosip bila benar dinamai ghibah dan bila salah dinamai fitnah.
Ternyata dengan mentahnya sang Ibu ini menerima saja berita gosip itu dan menyebarkan
berita itu bahkan menghukumi orang yang digosipi dengan berita gosip tersebut. Maka
sang ibu penyebar gosip ini termasuk orang yang fasik (karena berghibah )
serta turut menyebar fitnah (berita dusta), selain itu orang yang Ibu gosipi
ini telah terzalimi dan terjadi keruskan padanya atas gosip tersebut.
As Syaikh Ali As
Shabuni berkata : “Sebelum menghukumi seseorang, seharusnya diadakan suatu
penelitian yang cermat, tidak hanya dengan modal mendengar berita. Hal ini
dikarenakan agar tidak terjadi kezaliman dan permusuhan diantara sesama”.
Berita dan Pewarta Berita
Berita adalah segala
sesuatu kabar/informasi akan sesuatu,sedang pewarta berita adalah seseorang
yang menyampaikan berita. Mengenai kabar atau informasi ini terdapat banyak
jenisnya, mulai dari peristiwa, perkataan atau ilmu termasuk dalam berita.
Ketika ada seorang
guru memberikan ilmu, itu sama halnya ia sedang memberikan berita atau
informasi. Maka sebagai murid yang baik hendaknya tidak mudah mengikuti ilmu
tersebut (taqlid), hendaknya sang murid mengetahui dan menanyakan latar
belakang keilmiyahan ilmu yang disampaikan itu. Ini semua agar sang murid tidak
menjadi seorang pengikut ilmu yang buta (taqlid buta), salah-salah ilmu itu
bisa jadi ilmu yang tidak ilmiyah dan ilmu yang salah. Seorang guru yang
ilmiyah, ia akan menjelaskan keilmiyahan akan ilmu yang disampaikan.
Ibnu Qayim dalam I’lam
Muwaqi’in berkata bahwa : “Seharusnya seorang Ulama bila mengajarkan suatu
ilmu (fatwa), hendaknya ia juga turut menjelaskan dalil-dalil akan ilmu
tersebut agar murid yang mengikutinya paham”.
Selain itu juga
ketika seseorang mendapatkan suatu kabar perkataan akan orang lain, hendaknya
ia mengetahui riwayat penyampaian perkataan tersebut. jangan sampai ada dusta
akan perkataan yang dinisbatkan kepada orang yang salah. Sebagaimana ada orang
yang gemar menisbatkan suatu perkataan pada orang lain, padahal orang yang
dinisbatkan ini tidak pernah berkata demikian namun dinisbatkan akan orang
tersebut.
Dan yang terakhir
adalah suatu peristiwa, banyak berita-berita dusta akan suatu peristiwa yang
diwartakan. Yang sebenarnya peristiwa itu tidak terjadi,namun diberitakan bahwa
peristiwa itu terjadi. Maka sebagai penerima berita hendaknya pandai-pandai
melakukan tabayyun (klarifikasi) atas segala berita yang sampai padanya
agar tidak berbuat kerusakan akan berita yang didapat.
Seperti contohnya
berita dusta atas kasus kebun opium (Narkoba) yang ada di Afghanistan,
pemerintah Amerika mengatakan bahwa Taliban (pejuang Afganistan) memiliki kebun
opium di Afganisthan. Dan hasil opium itu digunakan untuk jihad dan membeli
senjata. Ternyata setelah disidik dan diteliti beberapa waktu kemudian, berita
tersebut adalah dusta dan fitnah kepada mujahidin Taliban yang dikarang oleh
Amerika untuk menjelekan Jihad dan Mujahidin Afghanistan.
Maka orang yang
turut memberitakan berita dusta Amerika ini benar-benar ceroboh karena
terpancing kedustaan Amerika, mempercayai berita dari orang fasik (masih islam)
saja harus di teliti kebenaranya. Terlebih kabar berita dari Amerika yang tidak
hanya fasik melainkan kafir dan memusuhi islam.
Mengikuti berita
yang benar maka akan mendapatkan informasi yang akurat dan wawasan yang
bermanfaat, namun mengikuti berita yang salah maka akan menimbulkan kedzaliman
dan keruskan (fitnah). Dan untuk semua itu diperlukan adanya tabayyun
yang cermat dan teliti. Inilah perintah Allah pada hamba-Nya.
Mutiara Tafsir
Mengenai QS.Al
Hujurat ayat 6 ini, Syaikh Ali As Shabuni memberikan tiga poin penilaian
penting:
1.
Bahwa
ayat ini termasuk ayat yang mengajarkan adab dan akhlak yang baik, yaitu
keharusan mengklarifikasi akan suatu berita agar tidak mudah mengikuti kabar
berita yang tidak bertanggung jawab. Dan juga tidak mudah menghukumi orang
dengan berbekal informasi yang samar dan tidak pasti kebenaranya. Sebab
salah-salah jika tidak mengindahkan adab ini, maka akan menzalimi orang lain
dan membuat fitnah atau kerusakan atas suatu kaum.
2.
Hikmah
disyariatkanya mentabayunkan akan suatu berita ini adalah agar umat muslim
tidak mudah terprofokasi berita-berita tidak bertanggung jawab yang disebarkan
oleh musuh-musuh islam. Dimana dewasa ini musuh-musuh islam senantiasa
menghembuskan berita-berita sesat ditengah umat islam, dengan tujuan untuk
membuat permusuhan antar sesama umat dan merusak agama serta ukhuwah islamiyah.
3.
Fitnah
dan kerusakan ditengah umat diawali dengan adanya suatu kedustaan dan hasutan.
Maka dari itu janganlah mengikuti kedustaan, cek dan teliti lebih dalam dan
cermat agar tidak mengikuti suatu kedustaan. Dan hendaknya tidak mudah terhasut
dengan cara menjadi manusia cerdas yang gemar melakukan klarifikasi antar
sesama agar adanya suatu kejelasan dan kelancaran komunikasi antar sesama
Dan menurut Syaikh
Abu Bakar Al Jazairi bahwa haram hukumnya mengikuti dan menghukumi dengan kabar
sepihak dan kabar praduga (tidak jelas) atas sesuatu sehingga setelah itu dapat
menimbulkan suatu penyesalan (karena bersalah dan memunculkan kerusakan) baik
di dunia atau akhirat. Serta wajib mengklarifikasi atas berita dari seseorang
agar tidak menimbulkan suatu hal yang membahayakan atas orang lain dan dirinya.
Allahu’alam bis shawab
[]Muhammad Fachmi Hidayat
Kajian Tafsir ini dikaji dengan merujuk pada :
·
Aisiru
Tafasiir, Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy
(Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1427 H)
·
Tafsir
Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu
Katsir (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah, 1427 H)
·
Tafsir
Ayat al Ahkam min Al Qur’an, Syaikh
Muhammad Ali As Shabuni (Mesir :
Maktabah Al Ghazali,tt)
·
Tafsir
Muqatil bin Sulaiman, Imam Muqatil
bin Sulaiman (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah,tt)
apik kajiannya
BalasHapusmohon ijin shere
BalasHapus