Masukan Kata Kunci Dalam Mencari

Senin, 26 November 2012

Tafsir QS. Al Baqarah 168 : Tidak Cukup Hanya Halal


يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi
(QS.Al Baqarah.168)

Seorang mukmin (orang yang beriman) sudah semestinya memakan dan meminum atas sesuatu yang sudah mendapat label Halal oleh Allah dan Rasul-Nya. Namun, tidak hanya cukup makan dan minum apa-apa yang dihalalkan oleh  Syari’at saja melainkan makanan dan minuman itu hendaknya juga Tayyibah (Baik). Maka, makanan dan minuman yang halal dan tayib itulah barang konsumsinya orang-orang beriman.
            

              Seorang yang beriman akan senantiasa mengkonsumsi apa saja yang dipandang oleh syariat sebagai perkara yang halal dan baik. Entah itu mengkonsumsi untuk dirinya sendiri, dinafkahkan kepada keluarga atau diperjual belikan kepada kaum muslimin. Sebagai hamba Allah yang senantiasa menjaga iman, tidak selayaknya mereka mengkonsumsi perkara yang haram dan jelek terlebih menafkahkannya kepada keluarga atau menjual belikanya dikalangan kaum muslimin. Sebab Rasulullah saw bersabda : “Tidak boleh berlaku bahaya dan membahayakan”. Sesama mukmin haram hukumnya membahayakan mukmin lainya, entah ia menjual, memberi atau menafkahi sesuatu yang haram dan berbahaya. Seperti halnya memberi nafkah keluarga dengan uang haram atau seorang ibu yang mengijinkan anaknya merokok. Oleh sebab uang haram adalah haram dan rokok adalah barang yang jelek bukan tayyib. Kedua perkara ini, yaitu perkara yang haram dan jelek atau bukan yang tayyib adalah dua perkara yang diingkari oleh Allah swt.

Tafsir Ayat

            Dalam menafsirkan ayat diatas Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna ayat Al Baqarah ayat 168 maksudnya adalah  Allah swt telah membolehkan (menghalalkan) seluruh manusia agar memakan apa saja yang ada dimuka bumi, yaitu makanan yang halal, baik, dan bermanfaat bagi dirinya sendiri yang tidak membahayakan bagi tubuh dan akal pikiranya.
            Segala apa saja yang akan dikonsumsi sudahlah mendapatkan standar kelayakan dari Allah swt. Standar itu adalah Halal dan Baik, apa saja yang hendak orang beriman konsumsi entah itu makanan, minuman, pakaian, kendaraan haruslah berstatus halal dn baik. Sebagaimana firman Allah swt ; (يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي الأَرْضِ حَلاَلاً طَيِّباً   ) “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi”. (يَا أَيُّهَا النَّاسُ ) “Hai sekalian manusia” dalam kaidah ulumul Qur’an jika ada ayat nida’ (orang yang dipanggil) menunjukan keumuman seperti (النَّاسُ ) manusia, maka ayat ini ditunjukan oleh Allah kepada seluruh manusia tidak hanya orang islam saja. Meski sedemikian setiap nida’ yang berlafaz umum lebih berlaku khusus untuk orang beriman (orang islam), jadi ayat ini secara lafaz menunjukan keumuman dan secara makna lebih ditekankan kepada kaum muslimin.
            Dan maksud dari (كُلُواْ ) disini secara bahasa artinya memakan, atau lebih spesifiknya segala sesuatu yang dimasukan keperut  melalui mulut dinamakan makan. Jika ada seorang yang ludahnya tertelan berarti orang itu telah memakan air ludah meski ia tidak sengaja memakanya. Dan juga jika ada seseorang memasukan roti kemulutnya dan kemudian ditelan dan masuk keperut  maka ia telah makan,namun jika ia hanya mengunyah dan tidak memasukanya kedalam perut maka orang itu tidak makan. Inilah makna dari (كُلُواْ ) dalam arti sempit .
            Namun (كُلُواْ ) disini tidak hanya berarti makan atu memakan semata melainkan (كُلُواْ ) disini bisa ditafsirkan dengan makna lebih luas yaitu (كُلُواْ ) disini artinya adalah mengkonsumsi, oleh sebab jika dimaknai hanya cukup memakan saja maka akan menyempitkan makna. Selain itu setelah lafaz (كُلُواْ ) diiringi lafaz makna yang memiliki sifat makna luas yaitu (فِي الأَرْضِ ) “Di muka Bumi”. Jadi (كُلُواْ ) maknanya tidak hanya makan atau memakan saja namun bisa dimaknai mengkonsumsi sebab semua barang yang ada dimuka bumi sifatnya tidak hanya barang yang hanya bisa dimakan semata namun banyak barang yang bisa dinikmati , dan kesemuanya bersifat kearah makna konsumsi. Seperti menaiki kendaraan, memakai pakaian dan perhiasan maka juga harus bersifat halal dan baik oleh sebab semua itu adalah barang yang sifatnya barang konsumsi manusia. Maka yang disifatkan Allah atas manusia yang halal dan baik tidak hanya makanan semata melainkan semua barang yang dikonsusmi haruslah halal dan baik sifatnya, entah itu kendaraan, makanan, pakaian, perhiasan dan sawah ladang semuanya harus berstatus halal dan baik. kemudian (كُلُواْ ) ini dari segi bahasa juga termasuk fiil Amr atau kalimat perintah, maka ini artinya Allah memerintahkan atas suatu hal, yaitu perintah untuk mengkonsumsi apa-apa yang halal dan baik.
            Kemudian makna (حَلاَلاً ) yaitu segala sesuatu yang cara memperolehnya dibenarkan oleh syariat dan juga wujud barangnya juga yang dibenarkan oleh syariat. Gula, dari segi barang adalah barang yang dihalalkan syariat namun bisa jadi haram jika cara memperolehnya dengan cara mencuri. Dan khamer (miras) adalah barang yang sifatnya haram meski khamer itu dibeli dengan uang yang halal maka khamer itu akan tetap haram. Inilah makna dari (حَلاَلاً ).
            Dan kemudian makna (طَيِّباً ) Tayyiban adalah lawan dari khabitsan atau jelek/menjijikan, perkara yang baik adalah perkara yang secara akal dan fitrah dianggap baik. secara akal (ilmu/pengetahuan) tembakau itu jelek oleh sebab membahayakan kesehatan, maka ini bukanlah perkara yang bukan tayyib namun jelek dan juga kecoa secara fitrah adalah hewan menjijikan meski ada sebagian orang yang tidak jijik, maka kecoa ini adalah hewan yang jelek/khabits dan bukan perkara tayyib. Maka dari itu mengkonsumsi kecoa dn tembakau berarti mengkonsumsi barang yang jelek/Khabits atau bukan yang tayyib sebagaimana Allah perintahkan.
            Dan selanjutnya dimana tadi Allah memanggil manusia secara umum untuk mengkonsumsi apa-apa yang ada dimuka bumi ini atas perkara yang halal dan baik, kemudian Allah tegaskan dalam ayat lain atas orang-orang beriman akan perkara ini. yaitu dalam firman-Nya (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُلُواْ مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ  ) “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu”(QS.Al Baqarah.172). Ibnu Katsir menjelaskan bahwa  Allah memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk memakan makanan yang baik atas rizki yang Allah berikan agar mereka senantiasa-dianggap-bersyukur atas rizqi Allah yang diberikan tersebut, jika benar mereka itu hamba-hamba Allah yang beriman. Mengkonsumsi perkara halal adalah sarana terkabulnya doa dan diterimanya ibadah sebagaimana mengkonsumsi perkra haram menghalangi doa dan tertolaknya amal ibadah.

Mutiara Tafsir

Jadi dalam ayat ini ada beberapa point penting diantaranya adalah :

  1. Kata (كُلُواْ ) termasuk kalimat perintah. Jadi ayat ini adalah perintah Allah untuk senantiasa mengkonsumsi segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini adalah yang halal dan baik.
  2. Berdasarkan kaidah Mafhum Mukhalafah (pemahaman terbalik) maka dengan ayat ini juga sebagai pelarangan untuk mengkonsumsi segala sesuatu yang haram dan jelek.
  3. Makna (كُلُواْ ) dalam arti sempit adalah memakan namun dalam arti luas bermakna mengkonsumsi yang cangkupannya lebih luas. Jadi jika ada seorang yang merokok meski ia tidak memakan rokok itu (hanya menghisap) maka ia juga terkena ayat ini. orang yang merokok adalah seseorang yang mengkonsumsi barang yang makruh dan jelek, bertentangan dengan perintah Allah yang menyuruh yang halal dan baik. segala sesuatu yang dinikamti manusia maka sesuatu itulah yang sedang dikonsumsi. Berjima’ dengan istri itu juga bisa dikatakan mengkonsumsi sesuatu. Maka dari itu dalam jima’ hendaklah dilakukan dengan seseorang yang halal (istri) dan dengan cara yang baik pula jima’nya, yaitu sesuai adab islam. Seperti seorang suami yang berjima’ dengan sitrinya tanpa adanya rayuan dan canda maka suami ini telah melakukan jima’ yang halal namun tidak tayyib. Sebab jima’ yang baik adalah jima’ yang sesuai adab , yaitu  jima’ yang diawali dengan canda dan rayuan atas istri.
  4. Orang yang mengkonsumsi segala sesuatu yang terkategori halal dan baik maka ia dihadapan Allah swt akan dihitung sebagai hamba-Nya yang sebenar-benarnya, termasuk orang yang bersyukur, diterima doa dan ibadahnya.
  5. Hendaknya kaum mukminin mengkonsumsi apa-apa yang halal dan baik, entah untuk pribadi, orang lain , keluarga atau digunakan dalam transaksi jual-beli wajib berstandar halal dan baik.
  6. Yang diperintahkan Allah untuk mengkonsumsi segala sesuatu yang halal dan baik tidaklah orang islam semata namun lebih umum. Meski dalam makna khususnya diperintahkan kepada umat islam selaku orang yang beriman.
  7. Perintah Allah untuk kemaslahatan seluruh manusia baik didunia dan akhirat. Ini menunjukan bahwa islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin ( rahmat untuk semesta alam). Islam adalah agama maslahat untuk alam dan sudah semestinya digunakan untuk mengatur seluruh alam, seluruh manusia dan seluruh negara.

Referensi
  • Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtuby (Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1428 H)
  • Aisiru Tafasiir, Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy (Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1427 H)
  • Al Fiqh al Islam wa Adilatuh, Prof. Dr Wahbah Zuhaili (Beirut-Lebanon : Dar al Fikr , 1428 H)
  • Tafsir Muqatil bin Sulaiman, Imam Muqatil bin Sulaiman (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah,tt)
  • Tafsir Al Maraghi, Ahmad Mustafa al Maraghi (Mesir : Mustafa Al Babi Al Halabi, 1394 H)
  • Tafsri Al Munawir, Prof.Dr Wahbah Zuhaili (Beirut-Lebanon : Dar al Fikr , 1428 H)
  • Tafsir Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu Katsir (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah, 1427 H)

[] Muhammad Fachmi Hidayat
(Ibnu Suyud At Tamimi)




3 komentar: