حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ,أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu , sampai kamu masuk ke
dalam kubur.” (QS. At Takasur : 1-2)
SEBAB TURUNYA AYAT
Muqatil, Qatadah dan lainya berkata bahwa ayat ini tutrun kepada
orang Yahudi ketika mereka mengatakan, ‘Kami yang lebih banyak daripada
keturunan fulan, dan keturunan fulan lebih banyak dari keturunan
si fulan, hal sedemikian menyibukan mereka hingga mereka mati dalam
keadaan sesat. Ibnu Zaid berkata bahwa ayat ini turun terkait Fathkidz dari
kaum Ansar.
Ibnu Abbas , Muqatil
dan Al Kalbi berkata bahwa ayat ini turun kepada Huyain dari kaum Quraisy Bani
Abd Manaf, dan Bani Saham. Mereka saling menghitung dan bersaing dalam soal
banyaknya pemimpin dan orang yang mulia dala Islam, maka berkatalah setiap yang
hidup diantara mereka bahwa kamilah yang paling banyak pemimpinnya (menjadi
pembesar) dan paling mulia. Lebih banyak masanya (pendukung) dan lebih banyak
pendukungnya (simpatisan). Dengan seperti itu Bani Manaf-lah pemenangnya
daripada Bani Saham, kemudian mereka bersaing dalam perihal banyaknya orang
yang syahid (mati dijalan Alllah), dalam hal itu bani Sahamlah yang paling
banyak (unggul). Maka turunlah أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ “Bermegah-megahan telah
melalaikan kamu”, dengan orang-orang hidupmu, maka kamu belum akan puas حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai kamu masuk ke
dalam kubur”. Berbangga dengan orang yang mati (syahid/mulia). [Lihat Tafsri
Muqatil bin Sulaiman akan kerincian riwayat senada]
Sedangkan riwayat
Said dari Qatadah, ia berkata :”Bahwa dahulu mereka berkata bahwa kami yang
paling banyak daripada keturunan fulan, dan kami lebih banyak jasanya
dari keturunan si fulan. Sedang setiap hari mereka saling mejatuhkan
satu dengan lainya hingga akhir (ajal) mereka, demi Allah, mereka senantiasa
dalam keadaan yang demikian sehingga mereka semua menjadi penghuni kubur.”
Diriwayatkan dari
Amru bin Dinar, Ia bersumpah bahwa ayat ini turun kepada para pedagang.
Driwayatkan dari Syaiban dari Qatadah, ia berkata bahwa ayat ini turun kepada Ahli
Kitab. [Qurtuby:683-684]
Mengenai beragamnya
riwayat diatas, maka pertengahanya adalah. Jika riwayat yang menunjukan bahwa
ayat ini turun berkenaan dengan Ahli Kitab, maka itu semua demi menunjukan
bahwa seperti itulah watak mereka. Dan umat muslim haram mengikuti kejelekan
watak mereka. Dan bila hal ini diturunkan untuk keumuman (entah untuk Ahli
Kitab, pedagang, atau lainya), maka hal ini juga sama. Yaitu agar manusia
menghindari atas watak yang tercela nan hina tersebut. Namun dalam memahami
asab nuzul ini, keumuman ayat dipentingkan dari sebab khusus yang melatar
belakangi. Jadi entah ayat ini turun sebab untuk Ahli Kitab atau lainya, maksud
ayat ini berlaku untuk umum manusia dan latar belakangnya. Terlebih untuk umat Islam,
sebab Qur’an adalah pokok umat Islam.
TAFSIR PERKATA
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ , Terdiri dari tiga kata
أَلْهَا , كُمُ
, التَّكَاثُرُ.
·
أَلْهَا : Adalah اَللَّهْوُ
: segala sesuatu yang menyibukan , sedang اَللَّهُو artinya menyibukan
·
كُمُ : Adalah kalian atau
kamu selaku kata tunjuk, selaku Dhamir Rafa’ (kata ganti subyek)
·
التَّكَاثُرُ : Secara harfiah bahasa adalah banyak
حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ, Terdiri dari tiga kata حَتَّى , زُرْ
, تُمُ , الْمَقَابِرَ
·
حَتَّى : Sampai, kata sambung untuk penyatu sebab
akibat. Seperti contohnya aku berjalan dari rumah sampai sekolah, sebab ia
berjalan dari rumah adalah sampai ke sekolah selaku akibat.
·
زُر : Adalah bila “ra” di
tasdidkan sehingga menjadi زرّ maka ini
artinya mengancingkan, suatu kegiatan memasukan kancing ke lubang baju. زَرّا القميصَ
“mengancingkan baju”. Maka ini bisa diartikan memasukan. Dalam ayat ini
maksudnya adalah memasukan kedalam kubur.
·
تُمُ :
Kalian, ( Dhamir Rafa’ )
·
الْمَقَابِرَ : Adalah arinya pekuburan,
مَقَابِرdan المَقبِرة adalah jamak dari المَقبَِرة yaitu kuburan.
MUTIARA TAFSIR
Dalam menjelaskan ayat ini (أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ ) , Imam Al Qurtubi menjelaskan bahwa orang-orang yang dimaksud
dalam ayat ini adalah orang yang bermegah megahan, yaitu orang yang suka
berbangga-bangga. Entah ia berbangga dengan harta mereka dengan menghitung-hitung
dan memamerkanya, entah ia berbangga akan anak pinak mereka dan saling
berabangga akan keturunan, membanggakan pula karib kerabat seperti ayah atau
keturunan dari bani mana atau dari kabilah mana. Dan juga berbangga-bangga dan
memegahkan masing-masing kabillah (kelompok) dan salah satu tokoh diantara
mereka yang berhasil berkarir ditengah umat.
Ibnu Abbas dan Al
Hasan menjelaskan ; Yakni kebanggaan dalam memperbanyak dan menghitung-hitung
harta telah menyibukan kalian dari ta’at kepada Allah swt, sampai kalian
meninggal dan dimasukan kedalam kubur. Dan juga makna Al Haakum adalah Ansaakum
(melupakan kalian), At Takhaasur (bermegah-megahan) yakni dalam hal
benyaknya harta dan anak-anak.
Qatadah berpendapat,
yakni berbangga dengan kabilah-kabilah dan karib kerabat.
Ad-Dhahak
berpendapat, yakni telah dilalaikan oleh kesibukan mencari mata pencaharian dan
niaga. Dikatakan Luhita’an kadza (engkau dilalaikan dengan hal demikian)
dengan harokat Kasrah, Alha Lahyan wa Lihyanan , jika engkau tidak ingat
lagi padanya, Alhahu yakni
Syaghalahu (menyibukannya), dan Lahahu bihi Talhiyatan yakni ‘Allalahu (menyibukan)
At Takatsur yaitu Al
Mukatsarah (sebanyak-banyaknya). [Qurtubi :682-683]
Sedang menurut
Muqatil bin Sulaiman makna أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
adalah bahwa saling bersaing dalam bermegah megahan sehingga terlalaikan dalam
perkara akhirat (menginat akhirat). [Muqatil bin Sulaiman : 3 / 514]
اَللَّهْوُ Al
Lahwu : hal-hal menyibukan umat mausia, baik yang menggembirakan atau yang
menyusahkan, kemudian pengertianya lebih khusus untuk hal-hal yang bersifat
menyenangkan (baik). jika seseorang disibukan akan sesuatu (yang menyenangkan),
maka ia akan lupa segalanya.
التَّكَاثُرُ At Takatsur :
bermegah-megah dalam harta benda. Misalnya seseorang berkata kepada orang lain,
“Harta milikku lebih banyak dibanding harta milikmu”. Sebaliknya, orang yang
diajak bicara membalas dan berkata , “Akulah yang lebih banyak yang memiliki
harta”. Kemudian ia mengatakan lebih lanjut, “Aku lebih banyak mempunyai anak,
dan aku lebih banyak memiliki centeng (anak buah,pengikut atau tukang pukul)
dan aku siap bertempur. Dan seterusnya (saling membanggakan apa yang dimiliki
yang bisa dibanggakan). Al Ustadz
Muhammad ’Abduh mengatakan “Kemungkinan yang dimaksud dengan bermegah-megahan (التَّكَاثُرُ ) disini ialah siapa saja yang banyak
hartanya. Dengan pengertian, setiap orang yang bersangkutan dipersilahkan agar
saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk
saling menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi
seseorang yang melibatkan dirinya didalam masalah tersebut terus berusaha agar
hartanya terus banyak dan lebih banyak dibandingkan orang lain, atau kekuatan
fisiknya lebih menonjol dibandingkan orang lain. Dengan demikian, pihak yang
menang akan mendapatkan kemashuran namanya dan terkenal kakuatanya. Keadaan
seperti itu sama halnya dengan orang yang suka mengejar ketenaran dan
popularitas demi harta dan pangkat. Mereka yang bersikap demikian, sedikitpun
tidak mempunyai keinginan untuk , mislanya; menginfakan hartanya di jalan
kebaikan dan kebenaran. Atau dengan kekuatan yang dimiliki, digunakan untuk
menolong suatu kebenaran dan menumbangkan kebathilan yang setelah itu
memelihara kebenaran itu secara baik.
Pengertian seperti
ini, sebagaimana dijelaskan oleh para mufasir (para penafsir). Memang
sangat rasional dan sesuai dengan pengertian al hakum. Sebab, yang
menyebabkan orang-orang sibuk dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan
meceburkan dirinya kedalam kebathilan oleh sebab ketamakan mereka terhadap
harta benda dan menghendaki agar harta benda yang dimilikinya itu lebih banyak
dibandingkan milik orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga mampu
mengalahkan orang lain. Bahkan digunakan pula untuk mendukung kekuasaanya
dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki. Akan halnya membanggakan
diri hanya dengan perkataan atau pembicaraan saja, maka hal itu adalah
pekerjaan yang sia-sia (membuang waktu)”. [Maraghi : 30 / 401- 404]
حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai kamu masuk ke dalam kubur”.
Dalam memaknai ayat ini Al Qurtubi menjelaskan dengan cukup komprehensif, yaitu
menafsirkan dari berbagai sisi. Penafsiran pertama dijelaskan dengan hadits
Rasulullah bahwa :
عَنْ عبد الله بن الشخير قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْرَأُ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ قَالَ يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي
مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ
أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ.
Dari Abdullah bin Asy-Syikhkhir RA bahwasanya ia berkata,
"Saya pernah mengunjungi Rasulullah SAW ketika beliau sedang membaca ayat:
Bermegah-megahan telah membuatmu lalai (Qs. At-Takaatsur(102): 1) Rasulullah
berkata, "Manusia mengatakan, 'Hartaku, hartaku, hartaku!' Lalu beliau
bersabda, "Hai manusia, tidak ada harta yang kamu miliki, melainkan apa
yang telah kamu amalkan dan habis, atau pakaian yang kamu kenakan lalu rusak,
atau apa yang kamu sedekahkan, lalu menjadi tabunganmu." {Muslim 8/211. NO
:2187}
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ لِابْنِ
آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ
فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ وَقَالَ لَنَا أَبُو الْوَلِيدِ
حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ أُبَيٍّ قَالَ كُنَّا
نَرَى هَذَا مِنْ الْقُرْآنِ حَتَّى نَزَلَتْ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ
Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah telah
menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari Ibnu Syihab dia
berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya anak Adam memiliki sebukit emas,
niscaya ia akan mengharapkan dua bukit emas lagi, dan tidaklah mulutnya
dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah akan menerima taubat siapa yang
bertaubat." Abu Walid mengatakan kepada kami; telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas dari Ubay dia berkata; 'Kami
berpendapat hal ini dari ayat Al Qur'an, hingga turun surat 'Al Haakumut
takaatsur.'{HR. Bukhari. NO :5959}
Ibnu Abbas berkata
bahwa Nabi Muhammad saw membaca ayat أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ , kemudian beliau bersabda “Bermegah-megah dalam harta
adalah mengunpulkan dengan cara yang bukan haknya, merintangi haknya dan
mengikatnya dalam bejana”
Maksud merintangi
haknya tidak dizakati dan mengikatnya dalam bejana maksudnya
kikir,tamak dan enggan bersedekah dan menginfakan dijalan Allah.
Kemudian penafsiran
kedua adalah حَتَّى
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai
kamu masuk ke dalam kubur”. Yakni sampai mati medatangi kalian, kemudian kalian
menjadi pengunjung didalam kuburan tersebut, kemudian kalian kembali dari kubur
tersebut, sebagimana pulangnya peziarah kerumah berupa surga atau neraka.
Dikatakan kepada orang yang sudah meninggal, Qad Zara Qabrahu (ia telah
masuk kedalam kuburnya).
Ada yang mengatakan,
yakni bermegah-megahan telah melalaikan hingga kalian menghitung jumlah orang
yang telah meninggal sebagaimana dijelaskan diatas.
Ada yang mengatakan
ini adalah peringatan, yakni kebanggan terhadap dunia telah menyibukan kalian,
hingga kalian masuk kedalam kubur, maka kalian dapat melihat apa yang
diuturunkan oleh Allah swt kepada kalian dari azab-Nya.
Kemudian penafsiran
ketiga adalah menganai makna الْمَقَابِر artinya adalah pekuburan, tempat orang mati
disemayamkan.
Kemudian penafsiran
keempat, yaitu menerangkan perihal keistimewaan surah ini (At Takasur) berkata
al Qurtuby bahwa tidak ada dalam Al Qur’an penyebutan tentang kubur kecuali
dalam surah ini.
Penafsiran kelima
adalah perihal ziarah kubur, keutamaan,adab dan hukumnya. Al Qurtuby berkata
bahwa menziarahi (kuburan) termasuk obat yang paling mujarab bagi hati yang
keras, sebab ia mengingatkan kematian dan akhirat, selain itu pula dapat
membatasi berangan-angan, zuhud pada dunia dan meninggalkan kecintaan pada
dunia. Para ulama mengatakan bahwa orang yang ingin menyembuhkan (penyakit)
hatinya dianjurkan untuk memperbanyak mengingat pemusnah kelezatan, pemutus
suatu perkumpulan, pelaku yang membuat seorang anak laki-laki atau perempuan
menjadi yatim, dan tekun menyaksikan orang-orang yang tengah menghadapi detik
kematianya, serta berziarah ke kubur orang Islam yang telah wafat. Hal ini
sebagaimana sabda nabi saw.
زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة
“Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat”
(HR. Ibnu Maajah no.1569)
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين
، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا
“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun
sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat
melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan
akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul
hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al Albani dalam
Shahih Al Jaami’, 7584)
Kemudian perihal
adab berziarah ,Imam al Qurtuby menjelaskan bahwa hendaknya ;
·
Iklhas
semata-mata dalam rangka mendapat ridho Allah dan juga dalam rangka memperbaiki
hati yang zakit,untuk mengingat mati dan melepaskan dari sifat cinta dunia yang
menghancurkan.
·
Tidak
berjalan diatas pekuburan atau duduk diatasnya.
·
Jika
melewati pekuburan hendaknya mengucapkan salam padanya.
· Mendatangi
kubur sang mayit, duduk dihadapanya mendoakan dan juga merenung dalam rangka
mengambil pelajaran dan hikmah dari si mayit ketika hidup. Dan juga mingkatkan
penyadaran diri bahwa kelak ia juga akan mengalami hal yang sama dan
menyusulnya kelak. Dengan demikian akan menghilangkan penyakit dari hatinya
akan keinginan duniawi. Dirinya dapat dengan baik menerima amalan ukhrawi,
zuhud terhadap dunia serta meningkatkan keta’atan, hatinya halus dan badanya
menjadi tunduk (rendah hati,sebab ia sadar badanya yang kekar akan lemah dan
mati).
Dan mengenai huku
ziarah kubur secara singkatnya al Qurtuby menjelaskan bahwa sudah menjadi ijma’
dari para ulama untuk laki-laki akan kebolehan berziarah (selama sesuai sunah
nabawiyah) dan terjadi khilaf untuk perempuan. Hanya saja yang sudah jelas
bahwa telah dilarang bila bercampur baurnya antara lelaki dan perempuan ketika
berziarah. Dikhawatirkan dari bercampur baurkan antara lelaki dan wanita akan
terjadi fitnah, hal tersebut tidaklah halal dan tidak dibolehkan. Sebab ketika
lelaki keluar untuk mengambil Ibrah-akan ziarahnya- dari kematian ini,
pandanganya justru akan tertuju kepada wanita sehingga menimbulkan fitnah, dan
begitu pula sebaliknya. Sehingga keadaan setiap individu baik lelaki atau
wanita yang dalam keadaan ziarah tersebut tidak mendapatkan pahala. Allahu’alam.
[Qurtuby : 685-692]
(untuk lebih jelasnya akan seluk beluk ziarah, silahkan kujungi : Ziarah Kubur Wanita Tidak Boleh ? .Keutamaan Ziarah Kubur ,.Fadhilah Ziarah Kubur Orang Tua Hari Jumat , Hadit-Hadits Palsu Perihal Ziarah Kubur, Sahih Sunnah Ziarah Kubur
(untuk lebih jelasnya akan seluk beluk ziarah, silahkan kujungi : Ziarah Kubur Wanita Tidak Boleh ? .Keutamaan Ziarah Kubur ,.Fadhilah Ziarah Kubur Orang Tua Hari Jumat , Hadit-Hadits Palsu Perihal Ziarah Kubur, Sahih Sunnah Ziarah Kubur
[] Muhammad Fachmi Hidayat
REFERENSI :
- Al
Jami’ li Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtuby (Kairo-Mesir : Dar El
Hadith, 1428 H)
- Aisiru
Tafasiir, Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy (Kairo-Mesir : Dar El Hadith,
1427 H)
- Tafsir
Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu Katsir (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al
Ilmiyah, 1427 H)
- Tafsir
Muqatil bin Sulaiman, Imam Muqatil bin Sulaiman (Beirut-Lebanon : Dar
Al Kotob Al Ilmiyah,tt)
- Tafsri
Al Maraghi, Mustafa Al Maraghi (Mesir : Mustafa Al Babi Al Halabi,
1394 M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar