Masukan Kata Kunci Dalam Mencari

Minggu, 16 Desember 2012

Tafsir QS. At Takasur : 1-2 : Lalai Karena Bermegah Dunia Hingga Kubur Menyapa


حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ ,أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu , sampai kamu masuk ke dalam kubur.” (QS. At Takasur : 1-2)


SEBAB TURUNYA AYAT
Muqatil, Qatadah dan lainya berkata bahwa ayat ini tutrun kepada orang Yahudi ketika mereka mengatakan, ‘Kami yang lebih banyak daripada keturunan fulan, dan keturunan fulan lebih banyak dari keturunan si fulan, hal sedemikian menyibukan mereka hingga mereka mati dalam keadaan sesat. Ibnu Zaid berkata bahwa ayat ini turun terkait Fathkidz dari kaum Ansar.
          Ibnu Abbas , Muqatil dan Al Kalbi berkata bahwa ayat ini turun kepada Huyain dari kaum Quraisy Bani Abd Manaf, dan Bani Saham. Mereka saling menghitung dan bersaing dalam soal banyaknya pemimpin dan orang yang mulia dala Islam, maka berkatalah setiap yang hidup diantara mereka bahwa kamilah yang paling banyak pemimpinnya (menjadi pembesar) dan paling mulia. Lebih banyak masanya (pendukung) dan lebih banyak pendukungnya (simpatisan). Dengan seperti itu Bani Manaf-lah pemenangnya daripada Bani Saham, kemudian mereka bersaing dalam perihal banyaknya orang yang syahid (mati dijalan Alllah), dalam hal itu bani Sahamlah yang paling banyak (unggul). Maka turunlah أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ  “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu”, dengan orang-orang hidupmu, maka kamu belum akan puas حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ “Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. Berbangga dengan orang yang mati (syahid/mulia). [Lihat Tafsri Muqatil bin Sulaiman akan kerincian riwayat senada]
          Sedangkan riwayat Said dari Qatadah, ia berkata :”Bahwa dahulu mereka berkata bahwa kami yang paling banyak daripada keturunan fulan, dan kami lebih banyak jasanya dari keturunan si fulan. Sedang setiap hari mereka saling mejatuhkan satu dengan lainya hingga akhir (ajal) mereka, demi Allah, mereka senantiasa dalam keadaan yang demikian sehingga mereka semua menjadi penghuni kubur.”
          Diriwayatkan dari Amru bin Dinar, Ia bersumpah bahwa ayat ini turun kepada para pedagang. Driwayatkan dari Syaiban dari Qatadah, ia berkata bahwa ayat ini turun kepada Ahli Kitab. [Qurtuby:683-684]
          Mengenai beragamnya riwayat diatas, maka pertengahanya adalah. Jika riwayat yang menunjukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Ahli Kitab, maka itu semua demi menunjukan bahwa seperti itulah watak mereka. Dan umat muslim haram mengikuti kejelekan watak mereka. Dan bila hal ini diturunkan untuk keumuman (entah untuk Ahli Kitab, pedagang, atau lainya), maka hal ini juga sama. Yaitu agar manusia menghindari atas watak yang tercela nan hina tersebut. Namun dalam memahami asab nuzul ini, keumuman ayat dipentingkan dari sebab khusus yang melatar belakangi. Jadi entah ayat ini turun sebab untuk Ahli Kitab atau lainya, maksud ayat ini berlaku untuk umum manusia dan latar belakangnya. Terlebih untuk umat Islam, sebab Qur’an adalah pokok umat Islam.

TAFSIR PERKATA
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ , Terdiri dari tiga kata أَلْهَا , كُمُ , التَّكَاثُرُ.
·        أَلْهَا      : Adalah اَللَّهْوُ : segala sesuatu yang menyibukan , sedang اَللَّهُو  artinya menyibukan
·        كُمُ       : Adalah kalian atau kamu selaku kata tunjuk, selaku Dhamir Rafa’ (kata ganti subyek)
·        التَّكَاثُرُ  : Secara harfiah bahasa adalah banyak

حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ, Terdiri dari tiga kata حَتَّى , زُرْ , تُمُ , الْمَقَابِرَ
·        حَتَّى  : Sampai, kata sambung untuk penyatu sebab akibat. Seperti contohnya aku berjalan dari rumah sampai sekolah, sebab ia berjalan dari rumah adalah sampai ke sekolah selaku akibat.
·        زُر      : Adalah bila “ra” di tasdidkan sehingga menjadi زرّ maka ini artinya mengancingkan, suatu kegiatan memasukan kancing ke lubang baju. زَرّا القميصَ “mengancingkan baju”. Maka ini bisa diartikan memasukan. Dalam ayat ini maksudnya adalah memasukan kedalam kubur.
·        تُمُ       : Kalian, ( Dhamir Rafa’ )
·        الْمَقَابِرَ  : Adalah arinya pekuburan, مَقَابِرdan المَقبِرة adalah jamak dari المَقبَِرة yaitu kuburan.

MUTIARA TAFSIR
Dalam menjelaskan ayat ini (أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ ) , Imam Al Qurtubi menjelaskan bahwa orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang yang bermegah megahan, yaitu orang yang suka berbangga-bangga. Entah ia berbangga dengan harta mereka dengan menghitung-hitung dan memamerkanya, entah ia berbangga akan anak pinak mereka dan saling berabangga akan keturunan, membanggakan pula karib kerabat seperti ayah atau keturunan dari bani mana atau dari kabilah mana. Dan juga berbangga-bangga dan memegahkan masing-masing kabillah (kelompok) dan salah satu tokoh diantara mereka yang berhasil berkarir ditengah umat.
          Ibnu Abbas dan Al Hasan menjelaskan ; Yakni kebanggaan dalam memperbanyak dan menghitung-hitung harta telah menyibukan kalian dari ta’at kepada Allah swt, sampai kalian meninggal dan dimasukan kedalam kubur. Dan juga makna Al Haakum adalah Ansaakum (melupakan kalian), At Takhaasur (bermegah-megahan) yakni dalam hal benyaknya harta dan anak-anak.
          Qatadah berpendapat, yakni berbangga dengan kabilah-kabilah dan karib kerabat.
          Ad-Dhahak berpendapat, yakni telah dilalaikan oleh kesibukan mencari mata pencaharian dan niaga. Dikatakan Luhita’an kadza (engkau dilalaikan dengan hal demikian) dengan harokat Kasrah, Alha Lahyan wa Lihyanan , jika engkau tidak ingat lagi padanya,  Alhahu yakni Syaghalahu (menyibukannya), dan  Lahahu bihi Talhiyatan yakni ‘Allalahu (menyibukan) At Takatsur yaitu  Al Mukatsarah (sebanyak-banyaknya). [Qurtubi :682-683]
          Sedang menurut Muqatil bin Sulaiman makna أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ adalah bahwa saling bersaing dalam bermegah megahan sehingga terlalaikan dalam perkara akhirat (menginat akhirat). [Muqatil bin Sulaiman : 3 / 514]
          اَللَّهْوُ  Al Lahwu : hal-hal menyibukan umat mausia, baik yang menggembirakan atau yang menyusahkan, kemudian pengertianya lebih khusus untuk hal-hal yang bersifat menyenangkan (baik). jika seseorang disibukan akan sesuatu (yang menyenangkan), maka ia akan lupa segalanya.
          التَّكَاثُرُ At Takatsur : bermegah-megah dalam harta benda. Misalnya seseorang berkata kepada orang lain, “Harta milikku lebih banyak dibanding harta milikmu”. Sebaliknya, orang yang diajak bicara membalas dan berkata , “Akulah yang lebih banyak yang memiliki harta”. Kemudian ia mengatakan lebih lanjut, “Aku lebih banyak mempunyai anak, dan aku lebih banyak memiliki centeng (anak buah,pengikut atau tukang pukul) dan aku siap bertempur. Dan seterusnya (saling membanggakan apa yang dimiliki yang bisa dibanggakan).     Al Ustadz Muhammad ’Abduh mengatakan “Kemungkinan yang dimaksud dengan bermegah-megahan (التَّكَاثُرُ ) disini ialah siapa saja yang banyak hartanya. Dengan pengertian, setiap orang yang bersangkutan dipersilahkan agar saling berbangga dalam hal harta dan pangkat. Semua ini dimaksudkan untuk saling menantang dalam rangka mengalahkan orang lain dalam hal tersebut. Bagi seseorang yang melibatkan dirinya didalam masalah tersebut terus berusaha agar hartanya terus banyak dan lebih banyak dibandingkan orang lain, atau kekuatan fisiknya lebih menonjol dibandingkan orang lain. Dengan demikian, pihak yang menang akan mendapatkan kemashuran namanya dan terkenal kakuatanya. Keadaan seperti itu sama halnya dengan orang yang suka mengejar ketenaran dan popularitas demi harta dan pangkat. Mereka yang bersikap demikian, sedikitpun tidak mempunyai keinginan untuk , mislanya; menginfakan hartanya di jalan kebaikan dan kebenaran. Atau dengan kekuatan yang dimiliki, digunakan untuk menolong suatu kebenaran dan menumbangkan kebathilan yang setelah itu memelihara kebenaran itu secara baik.
          Pengertian seperti ini, sebagaimana dijelaskan oleh para mufasir (para penafsir). Memang sangat rasional dan sesuai dengan pengertian al hakum. Sebab, yang menyebabkan orang-orang sibuk dan melupakan kebenaran disetiap waktu dan meceburkan dirinya kedalam kebathilan oleh sebab ketamakan mereka terhadap harta benda dan menghendaki agar harta benda yang dimilikinya itu lebih banyak dibandingkan milik orang lain, atau pendukungnya lebih banyak, sehingga mampu mengalahkan orang lain. Bahkan digunakan pula untuk mendukung kekuasaanya dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki. Akan halnya membanggakan diri hanya dengan perkataan atau pembicaraan saja, maka hal itu adalah pekerjaan yang sia-sia (membuang waktu)”. [Maraghi : 30 / 401- 404]

حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ        “Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. Dalam memaknai ayat ini Al Qurtubi menjelaskan dengan cukup komprehensif, yaitu menafsirkan dari berbagai sisi. Penafsiran pertama dijelaskan dengan hadits Rasulullah bahwa :

عَنْ عبد الله بن الشخير قَالَ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَقْرَأُ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ قَالَ يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِي مَالِي قَالَ وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلَّا مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ.

Dari Abdullah bin Asy-Syikhkhir RA bahwasanya ia berkata, "Saya pernah mengunjungi Rasulullah SAW ketika beliau sedang membaca ayat: Bermegah-megahan telah membuatmu lalai (Qs. At-Takaatsur(102): 1) Rasulullah berkata, "Manusia mengatakan, 'Hartaku, hartaku, hartaku!' Lalu beliau bersabda, "Hai manusia, tidak ada harta yang kamu miliki, melainkan apa yang telah kamu amalkan dan habis, atau pakaian yang kamu kenakan lalu rusak, atau apa yang kamu sedekahkan, lalu menjadi tabunganmu." {Muslim 8/211. NO :2187}


حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ وَلَنْ يَمْلَأَ فَاهُ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ وَقَالَ لَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ أُبَيٍّ قَالَ كُنَّا نَرَى هَذَا مِنْ الْقُرْآنِ حَتَّى نَزَلَتْ أَلْهَاكُمْ التَّكَاثُرُ

Telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'd dari Shalih dari Ibnu Syihab dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekiranya anak Adam memiliki sebukit emas, niscaya ia akan mengharapkan dua bukit emas lagi, dan tidaklah mulutnya dipenuhi melainkan dengan tanah, dan Allah akan menerima taubat siapa yang bertaubat." Abu Walid mengatakan kepada kami; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas dari Ubay dia berkata; 'Kami berpendapat hal ini dari ayat Al Qur'an, hingga turun surat 'Al Haakumut takaatsur.'{HR. Bukhari. NO :5959}
          Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi Muhammad saw membaca ayat أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ , kemudian beliau bersabda “Bermegah-megah dalam harta adalah mengunpulkan dengan cara yang bukan haknya, merintangi haknya dan mengikatnya dalam bejana”
          Maksud merintangi haknya tidak dizakati dan mengikatnya dalam bejana maksudnya kikir,tamak dan enggan bersedekah dan menginfakan dijalan Allah.
          Kemudian penafsiran kedua adalah  حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ        “Sampai kamu masuk ke dalam kubur”. Yakni sampai mati medatangi kalian, kemudian kalian menjadi pengunjung didalam kuburan tersebut, kemudian kalian kembali dari kubur tersebut, sebagimana pulangnya peziarah kerumah berupa surga atau neraka. Dikatakan kepada orang yang sudah meninggal, Qad Zara Qabrahu (ia telah masuk kedalam kuburnya).
          Ada yang mengatakan, yakni bermegah-megahan telah melalaikan hingga kalian menghitung jumlah orang yang telah meninggal sebagaimana dijelaskan diatas.
          Ada yang mengatakan ini adalah peringatan, yakni kebanggan terhadap dunia telah menyibukan kalian, hingga kalian masuk kedalam kubur, maka kalian dapat melihat apa yang diuturunkan oleh Allah swt kepada kalian dari azab-Nya.
          Kemudian penafsiran ketiga adalah menganai makna الْمَقَابِر  artinya adalah pekuburan, tempat orang mati disemayamkan.
          Kemudian penafsiran keempat, yaitu menerangkan perihal keistimewaan surah ini (At Takasur) berkata al Qurtuby bahwa tidak ada dalam Al Qur’an penyebutan tentang kubur kecuali dalam surah ini.
          Penafsiran kelima adalah perihal ziarah kubur, keutamaan,adab dan hukumnya. Al Qurtuby berkata bahwa menziarahi (kuburan) termasuk obat yang paling mujarab bagi hati yang keras, sebab ia mengingatkan kematian dan akhirat, selain itu pula dapat membatasi berangan-angan, zuhud pada dunia dan meninggalkan kecintaan pada dunia. Para ulama mengatakan bahwa orang yang ingin menyembuhkan (penyakit) hatinya dianjurkan untuk memperbanyak mengingat pemusnah kelezatan, pemutus suatu perkumpulan, pelaku yang membuat seorang anak laki-laki atau perempuan menjadi yatim, dan tekun menyaksikan orang-orang yang tengah menghadapi detik kematianya, serta berziarah ke kubur orang Islam yang telah wafat. Hal ini sebagaimana sabda nabi saw.

زوروا القبور ؛ فإنها تذكركم الآخرة

“Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkanmu akan akhirat” (HR. Ibnu Maajah no.1569)

كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب ، وتدمع العين ، وتذكر الآخرة ، ولا تقولوا هجرا

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak (qaulul hujr), ketika berziarah” (HR. Al Haakim no.1393, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jaami’, 7584)

          Kemudian perihal adab berziarah ,Imam al Qurtuby menjelaskan bahwa hendaknya ;
·        Iklhas semata-mata dalam rangka mendapat ridho Allah dan juga dalam rangka memperbaiki hati yang zakit,untuk mengingat mati dan melepaskan dari sifat cinta dunia yang menghancurkan.
·        Tidak berjalan diatas pekuburan atau duduk diatasnya.
·        Jika melewati pekuburan hendaknya mengucapkan salam padanya.
·      Mendatangi kubur sang mayit, duduk dihadapanya mendoakan dan juga merenung dalam rangka mengambil pelajaran dan hikmah dari si mayit ketika hidup. Dan juga mingkatkan penyadaran diri bahwa kelak ia juga akan mengalami hal yang sama dan menyusulnya kelak. Dengan demikian akan menghilangkan penyakit dari hatinya akan keinginan duniawi. Dirinya dapat dengan baik menerima amalan ukhrawi, zuhud terhadap dunia serta meningkatkan keta’atan, hatinya halus dan badanya menjadi tunduk (rendah hati,sebab ia sadar badanya yang kekar akan lemah dan mati).

          Dan mengenai huku ziarah kubur secara singkatnya al Qurtuby menjelaskan bahwa sudah menjadi ijma’ dari para ulama untuk laki-laki akan kebolehan berziarah (selama sesuai sunah nabawiyah) dan terjadi khilaf untuk perempuan. Hanya saja yang sudah jelas bahwa telah dilarang bila bercampur baurnya antara lelaki dan perempuan ketika berziarah. Dikhawatirkan dari bercampur baurkan antara lelaki dan wanita akan terjadi fitnah, hal tersebut tidaklah halal dan tidak dibolehkan. Sebab ketika lelaki keluar untuk mengambil Ibrah-akan ziarahnya- dari kematian ini, pandanganya justru akan tertuju kepada wanita sehingga menimbulkan fitnah, dan begitu pula sebaliknya. Sehingga keadaan setiap individu baik lelaki atau wanita yang dalam keadaan ziarah tersebut tidak mendapatkan pahala. Allahu’alam. [Qurtuby : 685-692] 
(untuk lebih jelasnya akan seluk beluk ziarah, silahkan kujungi : Ziarah Kubur Wanita Tidak Boleh ? .Keutamaan Ziarah Kubur ,.Fadhilah Ziarah Kubur Orang Tua Hari Jumat , Hadit-Hadits Palsu Perihal Ziarah KuburSahih Sunnah Ziarah Kubur

[] Muhammad Fachmi Hidayat   

REFERENSI :
  • Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtuby (Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1428 H)
  • Aisiru Tafasiir, Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy (Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1427 H)
  • Tafsir Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu Katsir (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah, 1427 H)
  • Tafsir Muqatil bin Sulaiman, Imam Muqatil bin Sulaiman (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah,tt)
  • Tafsri Al Maraghi, Mustafa Al Maraghi (Mesir : Mustafa Al Babi Al Halabi, 1394 M)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar