وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“dan (mereka) enggan (menolong dengan) barang berguna “ (QS.Al
Maa’uun: 7)
Banyak orang yang
hafal surat Al Maa’uun ini, mulai dari yang tua renta hingga anak-anak TPQ yang
berumur 7 tahun. Biasanya umat muslim mengidentikan surat ini dengan anak
yatim. Salahkah atau benar ?, bila al maa’uun diidentikan dengan anak yatim.
Jawabannya adalah bisa dan benar jika al maa’uun ini diidentikan dengan anak
yatim oleh sebab benar ada ayat yang keras pada awal surat yang menyinggung
seseorang yang menghardik anak yatim, tidak memberi makan orang miskin dan
kikir, dikategorikan Allah swt sebagai Kadzibu biddiin (pendusta agama).
Namun ternyata al
maa’uun ini memiliki arti lain. Al maa’uun juga disebut oleh para ulama dan
ahlii tafsir dengan arti barang-barang yang bermanfaat, jadi segala sesuatu
barang yang bermanfaat bagi manusia adalah disebut al maa’uun. Ibnu Abi Najih,
Mujahid dari Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata maksud dari ayat (وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ) adalah yaitu (orang) yang enggan
memberikan pertolongan baik dalam bentuk
harta atau barang-barang yang bermanfaat (untuk dunia dan akhirat).
Sedangkan Ibnu
Katsir memaknai arti dari (وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ ) adalah bahwa mereka (orang munafik dan pendusta agama)
itu tidak mau berbuat baik dan menolong sesama manusia meski hanya dengan
meminjamkan barang yang bermanfaat, padahal kelak barang itu akan dikembalikan
lagi padanya dengan utuh seperti awal waktu dipinjam. Inilah arti dari (وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ ) “dan (mereka si
pendusta agama) enggan (menolong dengan) barang berguna”.
Dan makna (يَمْنَعُونَ
) berasal dari kata ( منع )yang
artinya mencegah, merintangi atau menolak maka bisa diartikan (يَمْنَعُونَ) artinya adalah seseorang, yaitu sang
pendusta agama akan senantiasa mencegah, merintangi atau menolak dari sesuatu,
dan sesuatu itu adalah (الْمَاعُونَ )“barang-barang yang berguna”. Dan arti dari (الْمَاعُونَ) itu sendiri menurut sahabat Ibnu
Mas’ud-ra- artinya adalah barang-barang yang layak dan bisa diberikan antara
sesama manusia, entah itu berupa kapak, panci, ember atau semisalnya. Sedangkan
menurut Ibrahim dari Abdullah bahwa (الْمَاعُونَ)
artinya adalah barang-barang yang berguna dan bisa dipinjamkan.
Mutiara Tafsir.
Jadi mutiara tafsir
dari ayat (وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ)
adalah hendaknya seseorang itu tidak kikir akan barang-barang yang bermanfaat
bagi sesama manusia untuk digunakan dalam urusan dunia atau akhirat, hendaknya
saling meminjamkan bahkan bisa saling memberi akan barang-barang yang
bermanfaat seperti meminjamkan ember untuk mengambil air atau memberikan kapak
untuk menebang kayu yang kesemuanya bermanfaat bagi manusia. Dan ada dua
keuntungan bagi orang yang sedemikian, yaitu pertama ia akan terbebas dari
sifat munafik dan pendusta agama dan kedua mendapatkan pahala dari Allah oleh
sebab meminjamkan/memberi barang yang berguna bagi orang lain. Maka dari itu
menjadi manusia janganlah pelit/kikir atas barang yang dimiliki, marilah saling
berbagi satu dengan yang lain agar terbebas dari cap munafik dan pendusta
agama.
Hukum Menahan Barang yang Bermanfaat
Prof ,Dr. Wahbah
Zuhaili menjelaskan bahwa bila barang yang dimiliki itu barang yang bermanfaat
akan kemaslahatan umat, seperti sumur yang bisa digunakan umat untuk diambil
airnya. Namun sang pemilik sumur menahan umat untuk mengambil airnya sedang
umat membutuhkan air, maka sipemilik sumur yang kikir ini telah bermaksiat
kepada Allah. Hendaknya seseorang yang memiliki barang yang bermanfaat bagi
umat banyak, berlapang dada dan mengikhlaskan baranya untuk dimanfaatkan banyak
orang selama barang itu aman dan tidak rusak (adakah sumur yang rusak, adapun
jika airnya habis toh akan muncul lagi. Kecuali memang jika kemarau, dan
habisnya air ketika kemarau itu bukan sebab diambil banyak orang melainkan
karena kemarau tiba).
Kemudian juga bila
seseorang memiliki barang yang sifatnya pribadi namun ada orang yang sangat
membutuhkan, seperti tangga, ember, kapak atau kendaraan. Maka bilamana ada
orang membutuhkanya dengan sangat maka sang pemilik barang harus meminjamkanya
selama dalam kemakrufan (kebaikan). Misal ada orang yang tidak memiliki
kendaraan namun ia butuh untuk mengantarkan keluarganya kerumah sakit, maka
jika pemilik kendaraan tidak meminjamkanya sedang kendaraan itu dalam kondisi
menganggur (tidak dipakai) maka orang ini bermaksiat pada Allah. Namun jika
kendaraan itu dibutuhkan oleh sipemilik, maka mengutamakan orang lain itu
adalah terpuji oleh sebab itsar (mengutamakan orang lain) dalam hal ini
sangat terpuji.
Dan kemudian memberi
barang yang bermanfaat kepada orang yang membutuhkan itu adalah amal jariyah
(amalan yang pahalanya tidak terputus). Seperti memberi kapak pada tukang kayu,
maka selama kapak itu dimanfaatkan dalam kebaikan maka selama itu sipemberi
kapak mendapatkan pahala. Namun bila kapak itu disalahgunakan sedang ketika
akad pemberian kapak itu sang pemberi tidak tahu, maka sipemberi tidak
mendapatkan dosa. Namun jika selama akad itu tahu bahwa kapak yang diberikan
itu untuk merampok, maka orang yang memberikan kapak yang akan digunakan untuk
merampok ini mendapatkan dosa selama kapak tersebut digunakan untuk kejahatan. Allahu’alam
Referensi
:
·
Al
Jami’ li Ahkaam Al Qur’an, Imam Al Qurtuby
(Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1428 H)
·
Aisiru
Tafasiir, Syaikh Abu Bakar Al Jazairiy
(Kairo-Mesir : Dar El Hadith, 1427 H)
·
Al
Fiqh al Islamiyah wa Adilatuh¸Prof,Dr.
Wahbah Zuhaili (Lebanon : Dar-Fikr,1430 H)
·
Tafsir
Al Qur’anul Adzim, Imam Ibnu
Katsir (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah, 1427 H)
·
Tafsir
Muqatil bin Sulaiman, Imam Muqatil
bin Sulaiman (Beirut-Lebanon : Dar Al Kotob Al Ilmiyah,tt)
[] Muhammad Fachmi Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar