وَإِنِّي
خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِراً فَهَبْ لِي مِن
لَّدُنكَ وَلِيّاً
"Dan
sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku
adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang
putera"
(QS.Maryam
: 5)
Tujuh tahun sudah lamanya keluarga
muslim menunggu momongan, berbagai macam obat herbal, balai pengobatan sudah
diikhtiarkan demi mendapatkan kehamilan yang diidamkan. Namun, apa daya
kehendak Allah belum menghampiri. Meski keluarga muslim berikhtiar kesana
kemari, bila memang Allah belum menunjukan keputusannya maka hanya tawakallah
jalan satu-stunya.
Imam Al Ghazali merincikan antara
ikhtiar, sabar dan tawakal. Dijelaskan bahwasanya hukum asal manusia dalam
menghadapi keadaan adalah ikhtiar (usaha) hal ini berdasarkan QS.Al Anfal ayat
53, ;” Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu ni'mat yang telah
dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada
pada diri mereka sendiri , dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”.
Dan kemudian dalam ikhtiarnya itu
hendaklah diiringi dengan sabar, sabar dalam ikhtiar akan memunculkan sikap
gigih,pantang menyerah dan senantiasa berdoa kepada Allah swt. Dan sebaik-baik
ikhtiar adalah dengan diiringi kesabaran (doa dan pantang menyerah/bersemangat)
. Allah swt berfirman ; “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan
shalat (doa) sebagai penolongmu” (QS.Al Baqarah :53).
Namun, bila ikhtiar dan sabar sudah diamalkan
namun Allah belum menunjukan hasilnya. Maka jalan akhir yang dilakukan adalah
tawakal, yaitu memasrahkan semua hal hanya kepada Allah. Sesungguhnya tawakal
ini amat penting bagi manusia selaku makhluk yang lemah, sebab bilamana sikap
tawakal ini hilang. Maka rasa kufur dan keingkaranlah yang akan hadir,
sedangkan kekufuran atas suatu hal itu lebih berat keburukanya dari takdir pahit
yang ada dalam kehidupan.(disarikan dari kitab Ihya Ulum ad Dien : al
Ghazali )
Mentauladani
Prasangka Baik Nabi Zakaria-as-
Ibnu
Katsir mengisahkan dalam kitabnya Qishashul An Biya’ bahwa ada seorang
Nabi Besar yang bernama Nabi Zakaria yang memiliki istri yang sudah tervonis
mandul. Istrinya adalah seorang abid (ahli ibadah) dan wali Allah,
istrinya selalu mendapatkan karomah dari Allah swt berupa buah-buahan yang
senantiasa tersedia di sisiny selalu.
Istrinya rajin beribadah kepada Allah
dalam mihrab (ruangan untuk bersujud dan shalat), dan setiap kali Nabi Zakaria
melihatnya, ia juga melihat ada buah-buahan yang segar dan langka ada disisinya. Sehingga Nabi Zakaria bertanya padanya ;
“darimanakah buah-buahan ini, bukanya buah ini sedang tidak tumbuh pada musim
ini?”. Istrinya lantas menjawab ; “Ini semua dari sisi Allah swt”.
Melihat karomah tersebut, Nabi Zakaria
merenung dan berprasangka baik pada Allah bahwa, zat pemberi rizqi (Allah) saja
dengan begitu mudah dan murahnya memberikan buah-buahan yang lezat pada
isrinya. Apalagi hanya dengan memberikan anak, tentunya itu lebih mudah dan
memungkinkan.
Akhirnya Nabi Zakaria termotivasi akan
hal itu, sehingga ia tetap menjaga prasangka baiknya tersebut pada Allah. Dan
setiap malam ia berikhtiar dan bersabar
dalam berdoa kepada Allah swt, ia berdoa dengan suara lembut dan pelan seraya
menyeru dan mencurahkan keluh kesahnya kepada Allah swt. "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya
aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang
yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub. dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridhai".
Maka, oleh sebab ikhtiar dan sabarnya
; Allah menurunkan berita baik dan menjawab do’an Nabi Nabi Zakaria. Allah swt
berfriman “Hai Nabi Nabi Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira
kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami
belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia”.
Mendapat kabar gembira tersebut Nabi
Zakaria dan istrinya terheran-heran. Dan Nabi Zakaria berkata : "Ya
Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, padahal isteriku adalah seorang yang
mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".
Kemudian keheranan Nabi Zakaria dijawab oleh Allah ; “Hal itu adalah mudah
bagi-Ku”.
Setelah Nabi Zakaria merasa yakin akan
kabar bahagia tersebut, ia berkata ; “Aku belum pernah kecewa dalam berdoa
kepada-Mu,ya Allah”. Akhirnya lahirlah Yahya putra Nabi Zakaria, Yahya
tumbuh menjadi hamba dan Nabi Allah yang shalih dan bertaqwa, yang
membahagiakan orang tuanya serta meneruskan risalah Tuhannya.
Pelajaran
Penting Kisah Nabi Zakaria-as-
Dalam kisah diatas, secara eksplisit
terjelaskan bahwa kunci tercapainya keinginan Nabi Zakaria adalah ia tidak
mudah putus asa, selalu semangat menapaki hidup dijalan taqwa serta tidak kufur
kepada Allah. Justru Nabi Zakaria menaruh prasangka baik kepada Allah dengan
mendalam. Ia senantiasa sabar dalam berdoa pada tiap malam hingga Allah
memberikan keputusa-Nya.
Selain itu pula dalam kisah tersebut
menunjukan akan kebesaran dan kuasa Allah, dengan bahasa gaulnya “Apa sich yang
Allah tidak bisa, semua mungkin bagi Allah”. Allah maha kuasa atas segala hal dan
sesuatu. Sehingga tatkala sesuatu yang mustahil bagi manusa, dapat menjadi bisa
bagi Allah. Allah swt berfirman :”Jika Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah!" Lalu jadilah ia.”(QS.Al Baqarah.117)
Hanya saja dalam mengimani kuasa Allah
ini butuh keimanan, prasangka baik kepada Allah yang kuat. Sebagimana sikap
Nabi Nabi Zakaria. Terkadang manusai tahu bahwa Allah maha kuasa, namun ketika
dihadapkan kesulitan yang menerpa dirinya. Ia seolah lupa akan keyakinanya
tersebut, sehingga Allah pun seolah lupa akan orang itu.
Rasulullah saw bersabda :“Allah
berfirman: 'Aku selalu tergantung prasangka hamba-Ku terhadap-Ku’
”(HR.Bukhari.No:6951, sahih oleh Al Bani).
Ibnu Hajar menjelaskan bahwa, prasangka
yang baik kepada Allah, akan menghasilkan yang baik pula atas dirinya sendiri.
Kisah
Nyata Ibu Penyandang Kanker Rahim
Dalam
sebuah majalah islam terbitan Riyadh, Arab Saudi dikisahkan akan kisah nyata
seorang Ibu penyandang kanker rahim. Ia sudah divonis positif mengidap kanker
rahim oleh dokter ahli, sehingga konsekuensinya ia tidak bisa mendapatkan
momongan.
Sontak mendengar vonis tersebut ia dan
suaminya merasa sedih, namun oleh sebab sang Ibu senantiasa berprasangka baik pada
Allah atas segala sesuatu yang terjadi. Akhirnya ditahun ketiga setelah vonis
dijatuhkan, sang Ibu mendapati kehamilan dalam rahimnya. Semua orang kaget dan
tidak menyangka, sebagaimana tidak menyangkanya Nabi Zakaria ketika mendapati
istrinya hamil.
Peristiwa hamilnya Ibu yang tervonis
kanker rahim ini sempat menggemparkan dunia, terutama di dunia kedokteran
Amerika. para dokter tidak bisa angkat bicara ketika mendengar berita
menakjubkan ini, para dokter hanya berkomentar bahwa ; “ini adalah keajaiban
Tuhan”. Pasalnya secara ilmiyah dan nalar manusia, seorang wanita yang terkena
kanker rahim mustahil bisa memiliki kehamilan.
Setelah kehamilan selesai dan lahirlah
jabang bayi, sang ibu ditanya. Apa rahasianya sehingga ia bersabar dan
medapatkan manisnya buah kesabaran tersebut. sang ibu menjawab bahwa ini oleh
sebab prasangka baik saya pada Allah, sehingga Allah berkenan memberikan
rahmat-Nya.
Dan ketika sang suami ditanyai, dengan
apa ia berikhtiar menangani masalah istrinya itu, sang suami menjelaskan bahwa
hanya dengan doa yang ikhlas pada Allah lah masalah istri saya bisa
diselesaikan dengan hasil yang menggembirakan. Sebab manusia itu lemah dan
tiada daya upaya. Terlebih secara akal usaha yang memungkinkan saya lakukan
hanyalah berdoa, karena semua usaha sudah saya lakukan namun tiada membuahkan
hasil.
Pantaslah jika Ibnu Taimiyyah pernah
berkata bahwa “Doa adalah senjata utama kaum muslimin, tanpa doa kaum muslimin
bagai prajurit tanpa pedang. Terlihat gagah namun minim (lemah) dalam
berjuang”.
Mutiara
Tafsir
Ayat
dia atas termasuk ayat-ayat kisah, dimana Ahlu Sunnah wal Jama'ah dalam
menyikapi ayat kisah ini adalah dengan mengimani kisah tersebut, merinci kisah
dari riwayat yang sahih , mengambil pelajaran darinya ,dan tidak menakwilkannya
lebih lanjut.
Dan selanjutnya bahwa ayat diatas
dapat diambil pelajaran (ibrah) bahwa prasangka baik kepada Allah akan
membuahkan hasil berupa ketetapan Allah yang baik pula, sabar dalam berdoa demi
menanti jawaban terbaik dari Allah. Bila doa belum dikabulkan, jangan
sekali-kali menaruh prasangka buruk pada Allah dan berputus asa.
Sikap kaum kukmin atas takdir Allah
adalah dengan bertawakal yang benar, yaitu tanpa mengindahkan ikhtiar dan doa
selaku usaha merubah nasib. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Al Ghazali diatas.
Selain itu pula disana dijelaskan
perihal adab berdoa yang baik, yaitu dilakukan dengan suara yang lembut dan
lirih (tidak bengak-bengok :jawa), dengan penuh prasangka baik dan
pengharapan yang hanya ditunjukan untuk Allah. Dan sebaik-baik doa adalah doa
langsung kepada Allah tanpa melalui perantara mkahluk lainya, sebab orang yang
berdoa itulah yang paling paham hajatnya ; bukan orang lain.
[]Muhammad
Fachmi Hidayat
Referensi
:
·
Qishashul An
Biya,Imam Ibnu Katsir (Beirut : Dar al Fikr)
·
Tafsir Al
Qur’anul Azim, Imam Ibnu Katsir (Beirut : Dar Khotob
al Ilmiyah )
·
Ihya Ulum ad
Dien,
Imam al Ghazali (Beirut : Dar al Fikr )
·
Amradh al-Qulb
wa Syifa’uha, Imam Ibnu Taimiyyah (Damaskus :
Maktabah Ibnu Qayim)
·
Fathu Barri,Ibnu
Hajar al Asqalani (Beirut : Dar al Fikr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar